Film 'Langit Masih Gemuruh', Menerjemahkan Trauma yang Dibisukan

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 18 Juni 2025 | 21:59 WIB
Film 'Langit Masih Gemuruh', Menerjemahkan Trauma yang Dibisukan
Poster film 'Langit Masih Gemuruh' karya sutradara Jason Iskandar, tahun 2015. Film pendek berdurasi 10 menit ini menceritakan tentang tragedi Mei 1998. [Studi Antelope/Button Ijo]

Suara gemuruh angin bisa diartikan sebagai banyak hal: teriakan massa yang marah, suara benda-benda yang dilempar dan dibakar, atau bahkan suara langit yang seolah ikut murka.

Sinoptik 'Langit Masih Gemuruh' berpusat pada sepasang ibu dan anak perempuan keturunan Tionghoa.

Sang ibu menjemput anaknya yang pulang sekolah di tengah kerusuhan Mei 1998. Mereka terjebak dalam perjalanan pulang.

Sang ibu berusaha keras menjaga ketenangan dan melindungi putrinya yang masih kecil dari realitas mengerikan yang terjadi di jalanan.

Sang anak, dengan kepolosannya, tidak sepenuhnya memahami bahaya yang mengintai. Baginya, suara gemuruh di luar adalah sesuatu yang misterius, mungkin seperti petir atau festival yang ramai.

Potongan film 'Langit Masih Gemuruh' karya sutradara Jason Iskandar, tahun 2015. Film pendek berdurasi 10 menit ini menceritakan tentang tragedi Mei 1998. [Studi Antelope/Button Ijo]
Potongan film 'Langit Masih Gemuruh' karya sutradara Jason Iskandar, tahun 2015. Film pendek berdurasi 10 menit ini menceritakan tentang tragedi Mei 1998. [Studi Antelope/Button Ijo]

Interaksi mereka yang tanpa kata, dipenuhi tatapan penuh makna dan gestur kecil, menjadi inti dari narasi film ini.

Keduanya hanya bisa menunggu, berharap langit yang gemuruh itu segera reda dan pagi yang tenang akan datang. Namun, apakah harapan itu akan terwujud?

Film ini tidak memberikan jawaban mudah. Ia membiarkan penonton terapung dalam ketidakpastian yang sama seperti yang dirasakan kedua karakternya.

Mengajak penonton 'mengalami', bukan sekadar 'mengetahui'

Baca Juga: Kecam Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal 98, Pengamat: Saya Khawatir Jadi Fadli Zonk

Kekuatan terbesar Langit Masih Gemuruh terletak pada pilihannya untuk fokus pada pengalaman subjektif, bukan pada reka ulang historis.

Jason Iskandar secara sadar menolak untuk menyajikan filmnya sebagai sebuah diorama sejarah yang menampilkan kerusuhan, penjarahan, atau kekerasan secara eksplisit.

Sebaliknya, ia mengajak kita masuk ke dalam sebuah ruang sempit, merasakan langsung paranoia, kecemasan, dan trauma yang membekas dari peristiwa tersebut melalui lensa sinematik.

Kita tidak diberi tahu apa yang terjadi di luar; kita hanya mendengarnya. Kita tidak melihat api; kita hanya merasakan panasnya ketakutan yang merambat masuk ke dalam karakter-karakternya.

Pendekatan ini secara fundamental mengubah peran penonton dari pasif menjadi aktif untuk mengalaminya sendiri.

Pengalaman imersif penonton juga bertambah dengan aspek pewarnaan film Langit Masih Gemuruh yang hitam-putih.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI