Suara.com - Peta kerja sama ekonomi Indonesia tampaknya mulai menunjukkan arah baru.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Eko Patrio, secara blak-blakan menyatakan bahwa kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS) jauh lebih membawa untung bagi Tanah Air dibandingkan dengan China.
Politikus PAN ini tanpa ragu membeberkan alasan di balik pernyataannya yang mengejutkan.
Menurutnya, model bisnis Amerika yang fokus pada infrastruktur berat dan teknologi tinggi tidak mengancam nadi perekonomian rakyat kecil.
"Amerika ini kan bisnisnya adalah bisnis lebih infrastrukturnya berat, dibandingkan dengan massal. Kalau China kan lebih massal. Itu merugikan UMKM," tegas Eko kepada awak media belum lama ini.
Eko menyoroti bahwa produk-produk massal dari China yang membanjiri pasar justru menjadi ancaman nyata bagi pengusaha lokal dan UMKM.

Sebaliknya, kerja sama dengan AS di sektor energi, infrastruktur, dan aviasi dinilai tidak akan mengganggu hajat hidup orang banyak.
"Kalau buat saya justru serangan yang paling bahaya itu adalah produk China. Itu yang harus kita filter," tambahnya dengan nada serius.
Pernyataan ini seolah menjadi sinyal keras bagi pemerintah untuk lebih waspada terhadap produk dari Negeri Tirai Bambu.
Baca Juga: Liburan di Jepang Berakhir Petaka, Eko Patrio Minta Tolong Petugas Damkar untuk Selamatkan Putrinya
Seperti diketahui pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, resmi menurunkan tarif impor untuk produk-produk dari Indonesia menjadi 19 persen, dari sebelumnya 32 persen.
Kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan dagang yang dicapai langsung antara Presiden Trump dan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto.
Namun, kebijakan ini tidak datang tanpa syarat. Sebagai imbalannya, pemerintah Indonesia tidak akan mengenakan tarif untuk produk asal AS alias memberi tarif 0 persen.

Selain itu pemerintah kita juga memberikan AS akses penuh ke sumber daya alam, salah satunya tembaga.
Selain itu, Indonesia juga berkomitmen untuk membeli energi senilai
15 miliar dolar Amerika, produk pertanian 2,5 Dolar Amerika dan 50 unit pesawat Boeing dari AS.