Suara.com - Langkah Gubernur Kalimantan Selatan, H. Muhidin, melantik putri sulungnya, Hj. Karmila Muhidin, sebagai Komisaris Non Independen Bank Kalsel, sontak memicu kontroversi publik.
Pelantikan berlangsung di Gedung Idham Chalid, Banjarbaru dan disaksikan oleh tokoh-tokoh penting daerah.
Publik sontak menyoroti praktik nepotisme yang kian terang-terangan dalam tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Karmila bukan satu-satunya anggota keluarga Muhidin yang mendapat posisi strategis di institusi milik pemerintah provinsi.
Sang adik, Rahmah Hayati, sudah lebih dulu duduk di kursi Dewan Pengawas RSUD Ulin Banjarmasin.
Dua jabatan penting ini membuat publik bertanya-tanya, apakah jabatan publik kini berubah menjadi ajang paket liburan keluarga?

Pelantikan Karmila merupakan tindak lanjut dari RUPS Luar Biasa Bank Kalsel pada 13 Maret 2025, yang menyetujui pengunduran diri sejumlah komisaris sebelumnya.
Namun, keputusan mengganti mereka dengan keluarga inti gubernur memunculkan kecurigaan besar soal etika dan tata kelola pemerintahan daerah.
Muhidin sempat menepis tudingan nepotisme dengan menyebut penunjukan anaknya sebagai bentuk strategi koordinatif.
Baca Juga: Tak Kooperatif usai Menang Praperadilan, KPK Ultimatum Eks Gubernur Kalsel Paman Birin
"Kalau ada keluhan masyarakat, anak saya bisa langsung menyampaikan ke saya. Kalau orang lain mungkin sungkan," ujarnya kala merespons aksi damai dari kelompok sipil Sahabat Anti Kecurangan Bersatu (Sakutu).
Namun alih-alih meredakan kritik, pernyataan itu justru mempertebal anggapan bahwa jabatan publik kini dipakai sebagai saluran komunikasi internal keluarga.
Hal ini dianggap melemahkan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya menjadi pilar utama dalam pengelolaan BUMD.
Bank Kalsel sebagai simbol kebanggaan masyarakat Banua seharusnya dijaga netralitasnya.
Penunjukan komisaris idealnya melalui proses seleksi terbuka dan ketat, bukan berdasarkan hubungan keluarga.
Kekhawatiran publik bertambah besar mengingat penempatan kerabat di jabatan tinggi bisa membuka potensi konflik kepentingan dan kerusakan sistem pengawasan internal.