Suara.com - Sebuah laporan terbaru yang diterbitkan oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), mengungkapkan tentang kebutuhan mendesak akan adanya aksi global guna mengatasi meningkatnya ancaman TB resisten obat atau TB RO.
Pada 2017, TB resisten obat menginfeksi lebih dari 550.000 orang, dengan kasus terjadi di hampir setiap negara secara global dan telah merenggut 230.000 jiwa.
Sebagai perbandingan, wabah Ebola yang terjadi di Afrika Barat – yang menarik perhatian dan investasi internasional secara signifikan – memiliki tingkat kematian serupa dan merenggut nyawa sekitar 11.000 orang selama periode tiga tahun (2014 sampai 2016).
Walaupun pilihan pengobatan yang efektif sudah ada, tetapi tiga dari setiap empat orang dengan TB resisten obat masih belum terdiagnosis dan terobati. Akibatnya, masing-masing orang dapat menularkan TB resisten obat hingga ke 15 orang lainnya dalam jangka waktu satu tahun.
Indonesia sendiri dianggap memiliki prevalensi tuberkulosis TB resisten obat yang tinggi.
Berdasarkan WHO Global Report 2018, Indonesia berada di peringkat tiga teratas di dunia dalam jumlah kasus TB secara umum dan menduduki ranking ketujuh untuk kasus TB resisten obat.
Lebih lanjut, National TB Program (NTP) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan, ada sekitar 23.000 pasien TB RO atau resisten obat, dimana hanya 4.400 diantaranya yang memiliki akses ke pengobatan. Dan sebagian besar orang yang terkena dampak merupakan mereka yang berada pada kelompok usia produktif. Dampak penyakit ini, tidak hanya akan terbatas pada kesehatan mereka, tetapi juga status sosial dan ekonomi mereka.

Di luar dampaknya yang menghancurkan kehidupan manusia dan menjadi ancaman keamanan kesehatan global, TB resisten obat juga sangat merugikan secara ekonomi.
Analisis EIU yang baru-baru ini diterbitkan menunjukkan bahwa, berdasarkan tingkat insiden dan prevalensi saat ini, kematian akibat TB resisten obat dalam satu tahun diperkirakan menelan biaya ekonomi global setidaknya USD 17,8 miliar.
Baca Juga: Obat TBC Resisten Bisa Picu Gangguan Psikis, Ini Penjelasan Dokter
Angka ini mewakili hilangnya produk domestik bruto di masa depan – dalam hal paritas daya beli (purchasing power parity / PPP) – karena kematian akibat DR-TB secara global (misal 230.000 pada tahun 2017).
Selain itu, dalam satu tahun, TB resisten obat menyebabkan kerugian setidaknya USD 3 miliar dalam hal paritas daya beli karena absen kerja di sekitar 100 negara yang datanya tersedia.
Yang mengkhawatirkan, laporan tersebut menyatakan bahwa hal tersebut merupakan estimasi konservatif dan tidak memasukkan dampak ekonomi setiap tahun akibat absen kerja dari sekitar 400.000 orang dengan DR-TB yang tidak terdiagnosis dan terobati, atau diperkirakan hampir 70.000 kematian akibat DR-TB yang tidak terdokumentasi.
"Laporan EIU tersebut selayaknya meningkatkan kekhawatiran terhadap DR-TB. Jika penyakit ini terus dibiarkan tidak terkendali, kerusakan pada kehidupan manusia dan perekonomian dapat sangat merugikan. Mengaktifkan isu terkait penyakit ini mengharuskan kita untuk bertindak segera. Dengan bekerja sama melalui cara-cara baru dan dengan tingkat urgensi yang nyata, kita dapat mengakhiri ancaman yang mematikan yang ditularkan melalui udara ini," ungkap Jaak Peeters, Global Head, Johnson & Johnson Global Public Health, Janssen-Cilag GmbH.
Diperkirakan butuh dana sampai USD 9 miliar dolar untuk melalukan penelitian dan pengembangan pada tahun 2020 yang dipergunakan untuk mengembangkan obat-obatan, diagnostik, dan vaksin baru TB resisten obat.