Menggunakan pengurutan genetik, peneliti menemukan pasien-pasien ini memiliki perubahan genetik pada bagian tertentu di gen SPLTC1. Gen ini terlibat dalam produksi lemak sphingolipids, yang sangat melimpah di jaringan otak.
Penelitian lebih lanjut mengungkapkan mutasi ini meningkatkan kadar sphingolipids, yang "mengambil rem" dan enzim yang terlibat dalam produksi sphingolipids. Artinya, tubuh terus memproduksi lemak tersebut tanpa bisa berhenti.
Peneliti pun berhipotesis bahwa penyakit ini dapat diobati dengan memulihkan "rem" ini.
Dalam percobaan ini, peneliti pun menguji terapi yang disebut RNA penganggu kecil, atau siRNA, di mana untaian kecil RNA bekerja untuk mematikan gen yang bermutasi. Dalam kasus ini adalah gen SPLTC1.
Berdasarkan studi laboratorium, terapi ini berhasil mengembalikan tingkat sphingolipids menjadi normal kembali.
"Tujuan utama kami adalah untuk menerjemahkan ide-ide ini ke dalam perawatan yang efektif untuk pasien kami yang saat ini tidak memiliki pilihan terapi," kata penulis senior studi Carsten Bönnemann, peneliti senior di Institut Nasional Gangguan Neurologis dan Stroke (NINDS) AS.
Menurut Bönnemann, studi di masa depan harus mencari jawaban apakah masalah dengan metabolisme sphingolipid berperan dalam bentuk ALS lainnya.