Suara.com - Pada usia remaja akan terjadi perubahan hormonal yang akan memengaruhi perilaku serta emosi dalam diri. Hal ini bisa membuat remaja bersikap impulsif, emosional, agresif, dan lain-lain.
Akan tetapi, perilaku-perilaku tersebut terkadang seringkali dikaitkan dengan adanya gangguan kesehatan mental. Tidak sedikit remaja yang menduga dirinya alami gangguan mental seperti skizofrenia atau bipolar karena perubahan sikapnya itu.
Sebab adanya kemiripan itu, lantas sulit untuk membedakan, bagaimana kondisi remaja yang benar-benar alami gangguan mental atau hanya faktor perubahan hormonal saja.
Menjelaskan akan hal tersebut, Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH menjelaskan, perubahan hormonal pada dasarnya memang kerap mengubah perilaku para remaja.
“Remaja itu terjadi perubahan hormonal misalnya testosteron pada anak laki-laki menyebabkan perilaku impulsif, agresif. Pada perempuan peningkatan estrogen sehingga membuatnya menjadi irritable,” jelas Prof. Tjhin dalam konferensi pers 'Compliance and Care, a road to recovery for individual with Bipolar and Schizophernia', Rabu (14/5/2025).
Untuk itu, membedakan apakah kondisi remaja itu perubahan hormonal alami atau gangguan mental biasanya dilihat dari perilakunya. Prof. Tjhin mengatakan, biasanya, remaja yang alami gangguan mental akan adanya distress atau disability.
Hal tersebut akan membuat remaja tersebut merasa terisolasi, sulit interaksi, serta komunikasi sehari-harinya akan terganggu. Tanda-tanda tersebut bisa menjadi sinyal adanya kemungkinan gangguan mental seperti skizofrenia maupun bipolar.
“Sebenarnya kalau kita kembali lagi apakah ini perubahan memang normal atau memang sedang menuju ke arah suatu gangguan mental seperti schizophrenia atau bipolar pastinya kembali lagi melihat yang namanya ada kendala atau tidak,” ujarnya.

“Adanya distres atau disability atau tidak. Distres artinya karena kondisi emosinya tidak seperti orang-orang pada umumnya tentunya akan menjadi terisolasi tidak diterima, dalam bentuk budaya seperti tidak bisa sekolah, bersosialisasi dengan baik nah ini merupakan tanda adanya gangguan dan bukan bagian dari perkembangan hormonal,” sambung Prof. Tjhin.
Baca Juga: Kalimat Ini Sering Diucapkan Orang Dengan Kecerdasan Emosi Tinggi, Kamu Salah Satunya?
Sementara perubahan perilaku remaja yang normal karena hormonal, biasanya tidak mengganggu fungsinya. Remaja tersebugt masih bisa berprestasi dan menjalani fungsi sosialnya dengan baik.
“Kalo remaja dengan perubahan hormonal misalnya perubahan perilaku dan emosi secara normal karena estrogen, progesteron, atau testosteron yang tinggi dia tetap bisa sekolah dengan baik dan tetap bisa berprestasi dengan baik sosialisasi nya juga baik oleh sebab itu ini bisa menjadi cara untuk melihat apakah emosi yang dialaminya berlebihan atau tidak,” jelas Prof. Tjhin.
Tentang Bipolar dan Skizofrenia
Terkait gangguan bipolar maupun skizofrenia memang menjadi masalah yang tidak bisa dianggap remeh. Bagi pengidap skizofrenia, biasanya mereka sulit membedakan antara ilusi dan kenyataan. Hal ini membuat mereka sering kesulitan untuk mengendalikan emosi serta perasaannya dalam kondisi tertentu.
Sementara bipolar disorder atau gangguan bipolar merujuk kepada kondisi kejiwaan yang membuat pengidapnya sering mengalami perubahan mood yang ekstrem. Mereka biasanya alami beberapa episode. Mulai dari episode mania, depresi atau suasana sedih mendalam dan keinginan bunuh diri, hiperaktif, bahagia, dan lainnya.
Melihat pentingnya hal tersebut, Country Group Head Wellesta CPI, Hanadi Setiarto mengatakan, Wallesta berkomitmen terhadap kesehatan dan kualitas hidup pasien, termasuk untuk pasien depresi dengan GB I dan Skizofrenia.
Oleh sebab itu, penting meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terkait kondisi penyakit mental yang terkadang tidak disadari. Pihaknya juga bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam membantu individu dengan GB I dan Skizofrenia.