Suara.com - Badai tropis yang menyerang negara-negara Khatulistiwa tidak hanya berdampak pada sektor pertanian, tapi juga kesehatan anak, khususnya di negara-negara berkembang.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Science Advances mengungkap dampak badai tropis, meskipun tak termasuk angin topan besar, berkaitan erat dengan peningkatan angka kematian bayi.
Melansir EurekAlert!, Jumat (23/5/2025), studi yang dipimpin oleh Zachary Wagner dari USC Dornsife College dan melibatkan tim lintas institusi dari RAND Corporation, Stanford University, Johns Hopkins University, serta UCLouvain Belgia.
Tim peneliti menganalisis hampir 1,7 juta data anak dari tujuh negara berpenghasilan rendah dan menengah: India, Bangladesh, Madagaskar, Kamboja, Filipina, Republik Dominika, dan Haiti.
Hasilnya mengejutkan, bayi yang terpapar badai tropis saat dalam kandungan atau tahun pertama kehidupannya memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Angka kematian bayi meningkat rata-rata 11%, atau setara dengan tambahan 4,4 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
“Risiko tertinggi terjadi dalam satu tahun setelah badai. Namun, dampaknya tidak tampak berlanjut ke tahun kedua, yang menunjukkan ada jendela waktu kritis untuk intervensi penyelamatan jiwa,” terang Wagner.
Faktor Penyebab Masih Belum Jelas
Salah satu temuan paling menarik dari studi ini adalah bahwa peningkatan kematian bayi tidak dapat dijelaskan oleh penurunan layanan kesehatan atau memburuknya status gizi—dua faktor yang lazim diasosiasikan dengan bencana.
“Efek mortalitas ini tampaknya didorong oleh mekanisme yang belum kita pahami sepenuhnya,” kata Wagner. “Bisa jadi berkaitan dengan kondisi lingkungan pascabencana yang belum terekam dalam data, seperti kualitas air, kebersihan, atau paparan penyakit.”
Baca Juga: Studi: Kekeringan Panjang dan Cuaca Ekstrem Bisa Bikin Produksi Beras dan Jagung Menyusut
Meskipun tren global menunjukkan lonjakan angka kematian, dampaknya tidak merata antarnegara. Bangladesh, Haiti, dan Republik Dominika mencatat peningkatan lebih dari 10 kematian per 1.000 kelahiran, sementara India, Kamboja, Filipina, dan Madagaskar nyaris tidak menunjukkan lonjakan signifikan.
Menurut Wagner, variasi ini mungkin disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari geografi (seperti adanya pegunungan penghalang badai) hingga kekokohan infrastruktur perumahan dan kesiapan sistem evakuasi.
“Beberapa negara memiliki pengalaman dan mekanisme respons yang lebih baik terhadap bencana,” tambah Zetianyu Wang, mahasiswa PhD di RAND dan penulis utama studi ini. “Sementara negara lain masih bergantung pada infrastruktur rentan seperti rumah beratap jerami.”
Pentingnya Memperkuat Perlindungan dan Ketahanan
Temuan ini memberikan sinyal kuat bagi dunia bahwa risiko iklim terhadap kesehatan anak tak bisa diabaikan. Saat suhu global terus meningkat, badai tropis cenderung lebih sering dan lebih ganas. Oleh karena itu, investasi dalam perlindungan anak dan adaptasi iklim menjadi semakin penting, terutama di wilayah yang sistem kesehatannya masih lemah.
Ini menjadi peluang untuk mempelajari praktik baik dan mentransfer pengetahuan lintas wilayah. Misalnya: