Suara.com - Kondisi lemas, mual, sulit tidur, atau jantung berdebar tanpa hasil medis yang jelas bisa jadi bukan sekadar kelelahan.
Melainkan gejala penyakit psikosomatik yakni gangguan fisik yang dipengaruhi oleh faktor psikologis dan emosional.
"Psikosomatik bukan berarti pasien berpura-pura sakit. Emosi negatif seperti kecemasan, ketakutan, atau trauma bisa muncul sebagai keluhan fisik nyata," ujar Dr. E. Mudjaddid, Sp.PD-KPsi, FINASIM, Konsultan Psikosomatik di Bethsaida Hospital Gading Serpong dalam keterangannya di Jakarta pada Senin 28 Juli 2025.
Menurutnya, penyakit psikosomatik seringkali membingungkan karena tidak ditemukan kelainan organik meski gejala terus berlangsung.
Bahkan, keluhan bisa berpindah-pindah, seperti nyeri lambung berganti menjadi pusing, jantung berdebar, hingga tubuh lemas.
Stres berkepanjangan, konflik pribadi, atau beban sosial menjadi pencetus umum.
Jika tidak ditangani, gangguan ini dapat berkembang menjadi kerusakan organik.
Oleh karena itu, Bethsaida Hospital menerapkan pendekatan menyeluruh yang melibatkan empat dimensi: medis, psikologis, sosial, dan spiritual.
"Pendekatan kami tidak hanya mengobati tubuh, tapi juga menyentuh sisi batin dan sosial pasien,” jelas dr. Pitono, Direktur Bethsaida Hospital.
Baca Juga: Geger Rocky Gerung Sebut Jokowi Idap Psikosomatik, Apa Sebenarnya Arti Penyakit Ini?
Ia menegaskan pentingnya hubungan suportif antara dokter dan pasien dalam proses pemulihan.
Layanan psikosomatik di Bethsaida berada di bawah naungan Penyakit Dalam dan ditangani oleh tim dokter berpengalaman, termasuk konsultan psikosomatik.
Fasilitas rumah sakit juga dirancang untuk mendukung kenyamanan dan ketenangan pasien selama masa perawatan.
Dengan komitmen terhadap pendekatan holistik, Bethsaida Hospital Gading Serpong berharap pasien dengan gangguan psikosomatik dapat memperoleh diagnosis yang tepat dan pemulihan yang lebih menyeluruh.
Bukan hanya bebas dari gejala, tapi juga lebih seimbang secara emosional dan spiritual.