- 
- Kematian akibat panas ekstrem meningkat drastis, mencapai lebih dari 546 ribu jiwa per tahun pada 2024.
- Krisis iklim memicu kekeringan, kebakaran, dan kerugian ekonomi global hingga US$ 1,09 triliun.
- Transisi energi bersih mulai menunjukkan hasil positif dengan peningkatan energi terbarukan dan lapangan kerja baru.
 
Suara.com - Kegagalan dunia beradaptasi terhadap perubahan iklim kini menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan hidup manusia.
Panas ekstrem, kekeringan, dan kebakaran hutan bukan lagi sekadar isu lingkungan—tetapi krisis kesehatan global yang menelan ratusan ribu nyawa setiap tahun.
Laporan tahunan The Lancet Countdown on Health and Climate Change edisi ke-9 yang dirilis 29 Oktober lalu memperingatkan bahwa dunia sedang berada di jalur berbahaya.
Dipimpin oleh University College London bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), laporan ini menyoroti keterkaitan erat antara perubahan iklim, kesehatan publik, dan ekonomi global.

Sejak 1990-an, angka kematian akibat suhu panas meningkat hingga 23 persen. Tahun 2024—yang tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah—menyebabkan sekitar 546 ribu kematian akibat gelombang panas.
Rata-rata penduduk bumi kini menghadapi 16 kali paparan suhu ekstrem setiap tahun, sementara kelompok rentan seperti bayi dan lansia mengalami lebih dari 20 kali.
Krisis ini juga menghantam sektor ekonomi dan ketahanan pangan. Kekeringan dan kebakaran hutan membuat 124 juta orang di dunia kesulitan mengakses pangan.
Sementara paparan panas ekstrem mengakibatkan hilangnya 640 miliar jam kerja, setara kerugian ekonomi global sebesar US$ 1,09 triliun.
Ironisnya, di tengah situasi genting tersebut, pemerintah dunia justru masih mengucurkan subsidi bahan bakar fosil hingga US$ 956 miliar pada 2023, tiga kali lipat dari dana bantuan iklim untuk negara miskin.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
Namun, laporan The Lancet juga membawa secercah harapan. Transisi energi bersih mulai menunjukkan hasil: energi terbarukan kini menyumbang 12 persen dari total listrik global dan menciptakan 16 juta lapangan kerja baru.
Pengurangan polusi udara dari batu bara bahkan mencegah 160 ribu kematian dini setiap tahun.
“Kita sudah memiliki solusi. Tantangannya adalah memastikan upaya ini tidak berhenti di tengah jalan,” tegas Dr. Marina Romanello, Direktur Eksekutif Lancet Countdown.
Menjelang Konferensi Iklim COP30, WHO menegaskan bahwa kebijakan iklim global harus berpusat pada kesehatan manusia, karena masa depan bumi tak bisa dipisahkan dari kesehatan penghuninya.
Penulis: Muhammad Ryan Sabiti

 
                 
             
                 
                 
         
         
         
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                     
                     
                     
                     
                     
             
             
             
             
                     
                     
                     
                    