- Di zaman kekinian, banyak perempuan yang masih takut menjalani biopsi, tak memandang tingkat pendidikannya.
- Dokter menyarankan agar tak perlu takut, karena biopsi sangat diperlukan untuk skrining dan pemeriksaan kanker.
- kanker payudara jika terdeteksi pada stadium awal, maka diyakini bisa menurunkan angka kematian di Indonesia.
Suara.com - Ada banyak mitos pemeriksaan kanker, termasuk biopsi dinilai bisa membuat kanker payudara lebih 'ganas' seolah-olah membangunkan macan tidur. Menanggapi ini dokter spesialis hematologi dan onkologi tegas membantah.
Dokter Spesialis Hematologi dan Onkologi Medistra Jakarta, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP mengingatkan para perempuan jangan takut menjalani tindakan biopsi pada kanker payudara.
Pesan ini ia sampaikan mengingat ketakutan pada biopsi tidak memandang tingkat pendidikan perempuan.
"Tolong jangan takut di-biopsi, bagaimanapun tinggi pendidikannya, ada anggapan nanti di-biopsi bukannya membangunkan macan tidur. Padahal macannya udah jalan-jalan," ujar Prof. Aru dalam acara Health Talk Medistra Hospital di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Ia juga menegaskan sifat tumor tidak akan berubah, jika sedari awal tumor dikatakan sebagai tumor jinak maka tidak akan berubah jadi tumor ganas atau kanker, begitupun sebaliknya.
"Tumor jinak akan selalu jinak, kalau tumor ganas tidak bisa berubah jadi jinak," jelasnya.
"Nanti bukannya kalau sudah dini opsinya akan jadi ganas, itu jadi mitos itu. Biopsi tidak membuat sebuah benjolan jadi ganas, atau lebih ganas dari sekarang," sambungnya.

Biopsi adalah tindakan mengambil sampel dari bagian tubuh untuk mendapatkan jaringan yang diperlukan. Sampel ini akan diperiksa menggunakan mikroskop, yang nantinya bakal menentukan normal tidaknya suatu jaringan.
Prosedur biopsi ini dinilai sangat diperlukan untuk skrining dan pemeriksaan kanker. Dalam biopsi ini juga nantinya dokter radiologi akan mencari tahu kategori tumor ganas atau jinak, stadium kanker, hingga tipe kanker yang ada.
Baca Juga: Jangan Abaikan! SADANIS: Kunci Selamatkan Diri dari Kanker Payudara yang Sering Terlewat
Ketakutan terhadap biopsi ini juga yang tidak jarang membuat mayoritas kanker payudara di Indonesia ditemukan dalam stadium 3 hingga lanjut. Hasilnya, pengobatan kanker tidak bisa maksimal karena ditemukan dalam stadium lanjut, dan menurunkan angka harapan hidup.
Di tempat yang sama dan di hadapan anggota Komunitas Pasien Kanker HOPE (Healing, Optimism, Power, Encouragement), Dokter Spesialis Hematologi dan Onkologi, Prof. dr. Abdul Muthalib, Sp.PD-KHOM, mengingatkan jika kanker payudara terdeteksi sejak dini, seperti pada stadium 1, menurutnya angka kesembuhan atau remisi mencapai lebih dari 90 persen.
"Tapi jangan takut sama dokter bedah onkologi, stadium 1 tingkat survival rate-nya mencapai 92 persen. Jadi jangan takut biopsi dan stadium 1 (payudara) bisa dipertahankan," ungkap Prof. Muthalib.
Prof. Aru menambahkan, dengan kanker payudara terdeteksi pada stadium awal, maka diyakini bisa menurunkan angka kematian di Indonesia. Apalagi kini pengobatan kanker sudah ditangani dengan tim ahli multidisiplin, mulai dari ahli onkologi, gizi klinik, radiologi, psikologi, hingga tim bedah.
“Semakin cepat kanker payudara dikenali, semakin besar peluang pasien untuk sembuh total. Edukasi masyarakat menjadi langkah penting dalam menurunkan angka kematian akibat kanker ini,” pungkas Prof. Aru.
Sebagai informasi, kanker payudara adalah kanker pada perempuan yang tersering ditemukan. Data terkini dari GLOBOCAN/Global Cancer Observatory/World Cancer Research Fund tentang kejadian dan kematian akibat kanker payudara di dunia berdasarkan estimasi tahun 2022, menunjukkan setiap tahun ada 2,3 juta kasus baru alias sekitar 11,6% dari semua kasus kanker pada perempuan.