Suara.com - Polemik Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka kian memanas, di mana kini tengah proses persidangan di Mahkamah Konstitusi. Tercatat, mayoritas partai tetap menginginkan sistem pemilu terbuka, sementara PDIP menjadi satu-satunya partai di parlemen yang getol menginginkan sistem pemilu diubah menjadi proposional tertutup.
Polemik sistem pemilu mulanya muncul setelah enam pemohon yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan mereka sudah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 pada 16 November 2022.
Kuasa hukum pemohon Sururudin mengungkapkan bahwa Demas Brian Wicaksono adalah seorang pengurus partai PDI Perjuangan di Kabupaten Banyuwangi. Yuwono Pintadi, kata Sururudin, adalah anggota Partai Nasional Demokrat, Partai Nasdem. Sedangkan Fahrurrozi, adalah warga negara yang bermaksud mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024.
Sementara Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono adalah warga negara yang mengaku memiliki kepentingan untuk hadirnya wakil rakyat yang benar-benar mementingkan kepentingan rakyat saat terpilih.
Pernyataan Ketua KPU
Di sisi lain, ada pernyataan dari Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang mengatakan bahwa ada kemungkinan sistem Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
“Jadi barangkali bagi calon peserta pemilu bisa bersiap-siap dan mengikuti perkembangan jika gugatan tersebut dikabulkan MK," ujar Hasyim kepada awak media, Kamis (29/12/2022) lalu.
Hasyim menjelaskan hal tersebut hanya sebatas asumsi berdasarkan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Kepemiluan saat ini. Jadi, kata dia, hal itu bukanlah usulan dari KPU melainkan dari kondisi faktual kepemiluan yang terjadi saat ini.
Sebagai informasi, pada sistem pemilihan proporsional tertutup, setiap parpol tetap diminta mengirimkan daftar kandidat wakil rakyat. Namun, pemilih tidak secara langsung memilih mereka dan hanya diminta untuk memilih tanda gambar atau lambang parpol.
Baca Juga: Legislator Golkar: Sistem Pemilu Tertutup Berangus Fungsi Aspirasi Anggota DPR
Buntut pernyataannya itu, Hasyim Asy'ari bahkan sampai dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Laporan itu dibuat oleh Progressive Democracy Watch (Prodewa) sebagai Lembaga Pemantau Pemilu Nasional.
Direktur Eksekutif Nasional Prodewa, Fauzan Irvan menyampaikan Hasyim dinilai melanggar Pasal 8c dan Pasal 19j Peraturan DKPP RI No 2 tahun 2017. Berdasarkan pasal tersebut, menurutnya, Hasyim telah melanggar kode etik.
Selepas itu, isu seputar sistem pemilu makin menggelinding panas. Banyak tokoh partai menolak, namun tidak untuk PDIP yang justru mendorong agar sistem pemilu terbuka diubah menjadi tertutup.
8 Parpol Menolak Pemilu Tertutup
Sebanyak 8 elite partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendeklarasikan keputusan menolak penggunaan sistem proporsional tertutup di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Ahad, 8 Januari 2023. Mereka tetap menginginkan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.
Adapun 8 parpol dalam persamuhan itu terdiri atas gabungan parpol pendukung pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi serta parpol oposisi. Partai anggota koalisi pemerintahan yang ikut menolak adalah adalah Partai Golkar, Gerindra, NasDem, Partai Keadilan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara dua partai oposisi adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).