Masyarakat Kini Gemar Ngadu Lewat Medsos, Analis Khawatir Integritas dan Efektivitas Parpol Semakin Diragukan

Kamis, 18 Mei 2023 | 18:26 WIB
Masyarakat Kini Gemar Ngadu Lewat Medsos, Analis Khawatir Integritas dan Efektivitas Parpol Semakin Diragukan
Ilustrasi logo parpol dalam surat suara. [Antara/Wahyu Putro A]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Anggota DPR Fraksi PDIP Eriko Sotarduga mengakui tingkat kepercayaan publik terhadap parpol masih rendah. Namun, dia berkata masih ada harapan untuk membalikkan keadaan tersebut, terutama di kalangan anak muda.

Terkait dengan anak muda dalam menilai parpol, Eriko menyebut ada tiga hal yang dilihat, yakni korupsi, sustainable energy, dan ekonomi UMKM.

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Eriko Sotarduga. (Suara.com/Bagaskara)
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Eriko Sotarduga. (Suara.com/Bagaskara)

Khusus korupsi, Eriko mengingatkan tidak ada parpol yang mengajarkan korupsi. Dia menegaskan korupsi merupakan perilaku personal. Namun, untuk mengatasi hal itu, dia menyebut PDIP mendorong sistem pemilihan tertutup agar kader yang nanti ditempatkan di parlemen benar-benar punya kredibilitas dalam bertugas.

“Jadi nanti partai yang akan bertanggung jawab kalau kadernya melakukan kesalahan. Kalau sekarang partai bisa menyampaikan konsekuensi dari liberalisme parpol,” ujar Eriko.

Sementara itu, anggota DPR Fraksi PAN Rizki Sadiq menuturkan tingkat apatisme publik terhadap partai politik masih dalam batas wajar berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei.

Untuk meningkatkan partisipasi publik terhadap politik, Sadiq berharap ada keseimbangan di medsos. Sebab, dia melihat saat ini ketidakpercayaan publik terhadap parpol imbas dari tidak seimbangnya publikasi kerja-kerja anggota DPR dalam mengawal kepentingan rakyat.

“Banyak lho kerja-kerja politik di DPR itu yang pro terhadap kepentingan masyarakat dan itu sebuah kerja-kerja yang jangka panjang,” ujar Sadiq.

Sadiq mencontohkan bagaimana anggota DPR memperjuangkan UU untuk buruh migran. Selain itu ada juga UU psikologi hingga UU BPJS.

“Tapi kan tidak ada yang memuat secara terus menerus hal seperti itu. Tapi kalau ada yang jelek, itu di blow upnya luar biasa sekali. Padahal kita sadar, kita hidup dari mulai lahir sampai dengan meninggal ini makhluk politik,” ujar Sadiq.

Baca Juga: Ingin Tetap Berkarya Meski Jadi Ibu Rumah Tangga? Intip Kisah Rizkyana Kainan yang Kini Sukses Jadi Influencer

“Di republik ini, lahir butuh akta kelahiran, meninggal butuh akta kematian. Dan proses di tengah-tengahnya semua proses politik semua antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” ujarnya menambahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI