Pengamat Politik Universitas Diponegoro, Wahid Abdulrahman menyebut sudah menjadi watak masyarakat pemilih di Indonesia yang pemaaf dan melupakannya. Misal diambil dari konteks isu dinasti politik yang sempat santer dibicarakan.
"Menariknya karakter pemilih di Indonesia kan begitu. Satu mudah lupa, kedua mudah iba. Pasti dinastinya dianggap sesuatu yang wajar. Itu tren," ungkapnya.
Meski ada wacana yang menantang praktik dinasti politik secara besar hingga narasi Prabowo yang mewajarkannya, dengan dalih pengabdian keluarga untuk bangsa dan negara. Hal itu pun lama kelaman akan meredakan puncak kemarahan publik.
Jika publik kemarahan sudah reda. Pada akhirnya Gibran akan kembali mendapatkan suara yang banyak.
"Di saat yang sama tidak ada counter wacana yang kuat ya. Masyarakat pemilih kita masih seperti itu. Pada akhirnya akan dianggap sebuah kewajaran," katanya.
Apalagi, majunya Gibran pada kursi cawapres ini mendapat restu dari Presiden Jokowi. Yang mana blio masih menjadi sosok instrumen kekuasaan.