Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu laporan hasil analisis PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) terkait adannya dana kampanye yang diduga berasal dari sumber ilegal.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, PPATK akan mengirimkan laporan hasil analisis (LHA) ke KPK.
"PPATK akan mengirimkan hasil analisa transaksi mencurigakan ke KPK jika diduga berasal dari korupsi. Atas hasil LHA tersebut KPK melakukan proses hukum. Namun, sejauh ini KPK belum menerima LHA tersebut dari PPATK," kata Ghufron, Senin (18/12/2023).

Selain itu, KPK juga akan menunggu koordinasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), mengingat hal itu berkaitan dengan proses pemilihan umum.
"Kami tunggu koordinasi dengan Bawaslu tersebut," kata Ghufron.
Temuan Janggal Dana Kampanye Trilunan
Diberitakan sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan ada temuan transaksi janggal di masa kampanye bernilai triliunan rupiah.
"Kita masih menunggu, ini kan kita bicara triliunan, kita bicara angka yang sangat besar, kita bicara ribuan nama, kita bicara semua parpol kita lihat. Memang keinginan dari komisi III menginginkan PPATK memotret semua dan ini kita lakukan. Sesuai dengan kewenangan kita," tutur Ivan usai menghadiri acara 'Diseminasi PPATK', Hotel Pullman Central Park, Jakarta Barat, Kamis (14/12).
PPATK menyatakan adanya aliran dana kampanye yang bersumber dari tambang ilegal. Selain itu, seperti penjelasan PPATK, ada juga pendanaan kampanye bersumber dari penyalahgunaan fasilitas pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di salah satu daerah Jawa Tengah.
Baca Juga: Lewat Saksi Ini, KPK Usut Dugaan Eddy Hiariej Bisa Urus Kasus
![Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. [ANTARA/HO-PPATK/pri]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/03/28/90060-kepala-ppatk-ivan-yustiavandana.jpg)
Pencairan pinjaman yang seharusnya digunakan untuk modal kerja debitur-debitur, namun diduga digunakan untuk kepentingan simpatisan partai, MIA. Selama 2022-2023, total pencairan dari BPR di salah satu daerah di Jawa Tengah ke rekening 27 debitur mencapai Rp 102-an miliar.