Menurut Peta Jalan Net-Zero 2050 dari Badan Energi Internasional (IEA), energi terbarukan diperkirakan akan meningkat dari 10% dari bauran energi kita saat ini menjadi 60% dalam 27 tahun ke depan.
Meskipun bukan merupakan daftar lengkap alat-alat yang akan menjadi ciri transisi ramah lingkungan, baterai, panel surya, dan turbin angin kemungkinan menjadi teknologi paling menonjol yang mendominasi gagasan kolektif kita tentang seperti apa masa depan yang ramah iklim.
Teknologi lain yang termasuk dalam hal ini termasuk LED, jaringan pintar, dan pompa panas. Peningkatan investasi pada energi terbarukan dan paparan terhadap komoditas terkait sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Seperti yang diungkapkan oleh Schnabel, apa pun jalur dekarbonisasi yang diambil demi melestarikan lingkungan, teknologi ramah lingkungan akan berperan besar dalam pertumbuhan permintaan sebagian besar logam dan mineral serta bahan tambang lain pada masa yang akan datang.
Seiring dengan meningkatnya permintaan, pasokan menjadi terbatas dalam jangka pendek hingga menengah. Biasanya, diperlukan waktu lima hingga sepuluh tahun untuk mengembangkan teknologi tambang baru. Akibat dari peningkatan permintaan di tengah lambatnya penyesuaian pasokan inilah yang disebut sebagai greenflation atau kependekan dari green inflation.
Pengembangan sektor sumber daya baru terutama teknologi terbarukan ini pun menjadi salah satu bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB yang ditargetkan bisa dicapai di tahun 2030 mendatang.
Namun, munculnya krisis pasokan energi terbarukan dalam puncak permintaan masyarakat global inilah yang juga sedang dikaji ulang demi mendapatkan solusi dari para petinggi dan pemangku jabatan yang memiliki kewenangan dalam bidang lingkungan.
Kontributor : Dea Nabila
Baca Juga: Dituding Gibran Anti Nikel, Tom Lembong Keras: Jangan Konyol Karena Senjata Makan Tuan