
"Tapi kemudian yang men-trigger adalah podcasts-nya Bang Feri Amsari, dia cerita soal peta kecurangan Pemilu dan segala macam. Terus saya merasa gila. Ini hal sebenarnya saya enggak terlalu peduli, jadi sebagai golputers saya enggak terlalu peduli dengan Pemilu. Jadi Pemilu mau apa kek, saya enggak terlalu peduli, tapi begitu melihat, ok orang masih percaya dengan sistem demokrasi dan Pemilu. Pemilu itu kan sebenarnya sirkulasi elite ya, momen untuk gantian, arisan berkuasa. Ini dia sirkulasi elite," bebernya.
Lebih lanjut, Dandhy menilai sekalipun tidak dilakukan kecurangan Pemilu di Indonesia ini sudah tidak adil. Salah satunya tentang adanya aturan ambang batas atau presidential threshold sebesar 20 persen yang menutup kesempatan untuk orang-orang berpartisipasi dalam politik Pilpres.
"Sistem yang udah nggak fair ini malah dicurangi gitu, jadi wow bertubi-tubi banget ya ininya daya hancurnya pada demokrasi. Ya sudah di situ saya putuskan, dan itu sebulan lalu Ben, pikiran itu. Jadi enggak saya rancang atau enggak kami rancangan, ok setelah Sexy Killers sukses kayaknya kita tahun depan atau Pemilu depan harus ini. Enggak," ujarnya.
"Kita kan enggak kebayang 5 tahun lalu cawapresnya Gibran gitu misalnya. Bahkan 2 tahun lalu aja nggak kebayang, bahkan 1 tahun lalu aja mungkin kita-kita yang awam ini yang setiap hari mikirin kredit motor, cicilan rumah, bayar sekolah enggak kepikiran. Tapi mungkin orang yang memang pengin Gibran jadi cawapres ya udah mikirin gitu. Tapi kita sehari-hari ini kan enggak kepikiran. Jadi enggak masuk akal kalau film kayak Dirty Vote ini didesain dengan rapi dan segala macam, dan kalapun direncanakan dengan rapih ya filmnya pasti jauh lebih keren dari sekarang lah ya," tutup Dandhy seraya tertawa.