Meski banyak pihak yang menentang adanya politik uang dalam pemilu, namun Jansen melihat masyarakat pun menikmati praktik tersebut.
Sehingga, bukannya sibuk dengan mengkampanyekan visi dan misi, para caleg justru harus mengumpulkan uang banyak agar bisa meraup banyak suara.
"Semua caleg terpaksa nebar uang atau sejenisnya ke rakyat. Tanpa itu tidak ada jaminan dia dipilih. Rakyat juga menyambut dengan hangat. Bahkan inilah yang diharapkan datang. Pileg akhirnya jadi ajang banyak-banyakan mendata orang dan nebar uang," terangnya.
Melihat Pileg 2024 berjalan lebih barbar, Jansen akhirnya menyadari, memperjuangkan sistem pemilu proporsional terbuka di MK beberapa waktu lalu ternyata berakhir keliru.
Sebabnya, pelaksanaan pemilu terbuka dilakukan seraya dengan adanya peningkatan dalam penindakan politik uang.
Kalau tidak seimbang, maka yang terjadi adalah hanya politik transaksional.
"Dengan ini saya mengubah pandangan dan posisi saya atas itu. Karena melihat realitas dan praktek di pemilu kali ini, ternyata saya telah salah berjuang mempertahankan sistem ini," tuturnya.