Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah sebagai perwakilan pusat tetap mendukung kebijakan Presiden Prabowo untuk memastikan agar masyarakat di kampung-kampung dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi, akses pendidikan, dan kualitas hidup yang lebih baik.
Tabuni kemudian menekankan pentingnya proteksi dan pelaksanaan kebijakan transmigrasi dengan melibatkan studi kelayakan yang matang. Ia mengusulkan keterlibatan akademisi, lembaga sosial, dan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam setiap langkah implementasi.
"Kami ingin memastikan bahwa program transmigrasi ini memiliki solusi yang tepat tanpa melibatkan pihak-pihak yang tidak relevan, dan tentunya dengan melibatkan semua stakeholder," tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Meki Frits Nawipa menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak ulayat sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001, terutama Pasal 60 ayat 3 dan 4.
Ia menekankan bahwa kewenangan kepala daerah untuk menguatkan peraturan daerah khusus (perdasi) harus melibatkan tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat untuk menentukan apakah program tersebut dapat diterima oleh masyarakat adat.
"Jika masyarakat pemilik tanah menolak, maka sebagai perwakilan pemerintah pusat, kita akan menyampaikan kepada presiden bahwa masyarakat menolak. Namun, jika masyarakat menerima, kita akan melaporkan penerimaan itu juga," ujarnya.
Nawipa menutup dengan pernyataan bahwa meskipun ada keputusan dari pemerintah pusat, otonomi khusus di Papua memberikan ruang bagi masyarakat daerah untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam program yang berdampak langsung pada masyarakat lokal.
Kontributor : Elias Douw
Baca Juga: Debat Pamungkas Pilgub Papua Tengah, Lima Isu Krusial Jadi Sorotan