Keluh Kesah Pekerja Gaji Bakal Dipotong Buat Iuran Tapera: Kenapa Rakyat Harus Ikut Patungan?

Selasa, 04 Juni 2024 | 08:35 WIB
Keluh Kesah Pekerja Gaji Bakal Dipotong Buat Iuran Tapera: Kenapa Rakyat Harus Ikut Patungan?
Dokumentasi. Foto udara perumahan di kawasan Majalaya, Karawang, Jawa Barat, Rabu (9/2/2022). ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/wsj. (ANTARA FOTO/Muhamad Ibnu Chazar)

"Jadi mereka lebih mengedepankan fungsi, anak muda zaman sekarang realistis karena memang sewa lebih murah dibandingkan harus membeli. Hal ini juga berlaku terhadap tempat tinggal," jelas Safir.

Bisakah Tapera Jadi Solusi Hunian Anak Muda?

Pekerja melintas di kawasan Perkantoran Sudirman, Jakarta, Selasa (28/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Pekerja melintas di kawasan Perkantoran Sudirman, Jakarta, Selasa (28/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Dikutip dari ANTARA, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan bahwa iuran Tapera belum tentu efektif mengatasi masalah backlog perumahan di Indonesia. 

Meskipun kewajiban iuran ini telah berjalan sejak 2018, belum ada bukti bahwa masalah backlog terselesaikan. Bahkan, meski Bank Tabungan Negara (BTN) mendapat suntikan modal besar pada 2023 untuk membantu kepemilikan rumah, namun backlog masih tinggi.

Manfaat bagi peserta yang tidak mengambil program Tapera juga minim. Peserta yang tidak mengambil rumah pertama akan dirugikan jika tingkat pengembalian tidak optimal. Huda menyarankan bahwa dana iuran Tapera lebih baik diinvestasikan sendiri oleh peserta untuk menghindari biaya peluang yang hilang.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sepakat menolak aturan Tapera. Mereka mendesak pemerintah mengkaji ulang implementasinya. 

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menilai bahwa Peraturan Pemerintah No.21/2024 duplikasi dari program JHT BP Jamsostek dan mengusulkan agar Tapera bersifat sukarela bagi pekerja swasta. 

Mereka berharap pemerintah lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk program MLT perumahan. Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, juga meminta agar pasal 7 diubah menjadi sukarela, karena Tapera tidak menjamin cukupnya upah buruh untuk mendapatkan rumah saat pensiun, terutama dengan sistem kerja kontrak yang fleksibel. KSBSI menganggap Tapera tidak mendesak dan menyarankan agar menabung di Tapera bersifat sukarela.

Psikolog klinis Veronica Adesla menjelaskan bahwa menabung lebih mudah bagi orang yang memiliki tujuan dan prioritas tertentu. Menabung bisa sulit jika tujuan tersebut bukan prioritas utama, dan hanya bisa dilakukan setelah kebutuhan pokok terpenuhi.

Baca Juga: Akal-akalan Tapera, PDB RI Bisa Jeblok dan Ribuan Pekerja Terancam PHK

Menabung untuk hal-hal seperti rumah membutuhkan pertimbangan karena biayanya besar. Namun, orang yang sudah berkeinginan membeli rumah tidak akan mudah goyah meskipun ada atau tidaknya program Tapera. Veronica juga menyatakan bahwa wajar jika masyarakat memiliki banyak pertanyaan tentang manfaat dan penggunaan dana Tapera.

Reporter: Lilis Varwati, Fajar Ramadhan, Dini Afrianti

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI