Siapa yang Membentuk Rabithah Alawiyah? Pencatat Jejak Sejarah Hadhrami Ba'alawi di Indonesia

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Sabtu, 14 September 2024 | 07:51 WIB
Siapa yang Membentuk Rabithah Alawiyah? Pencatat Jejak Sejarah Hadhrami Ba'alawi di Indonesia
Rabithah Alawiyah (tangkapan layar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Berdasarkan pengalaman dari berbagai konflik yang pernah terjadi, Guru Gembul menyampaikan kritik terhadap Rabithah Alawiyah. Menurutnya, organisasi ini gagal dalam menyampaikan pesan bahwa habib seharusnya menjadi teladan kebaikan, rahmat bagi seluruh alam, serta orang yang saleh dan rendah hati. Sebaliknya, Guru Gembul menilai bahwa yang muncul di permukaan adalah citra kekerasan, bahkan mengacu pada kasus Habib Bahar bin Smith di pengadilan, yang kerap menggunakan status nasabnya untuk membela diri.

Dalam diskusi itu, Habib Fikri Shahab yang bertindak sebagai moderator, menyetujui pendapat Guru Gembul. Ia mengakui bahwa memang ada sebagian habaib yang tidak menerima nasihat dari Rabithah Alawiyah, dan keresahan yang disampaikan Guru Gembul bisa dimaklumi.

"Beberapa habaib ada yang mendengarkan nasihat, ada yang tidak. Ada yang memperbaiki diri, ada juga yang mengabaikannya. Jumlah Alawiyin dari dulu hingga sekarang telah mengalami perubahan yang cukup signifikan," ujar Habib Fikri Shahab.

Ia juga menekankan bahwa nasab adalah hal yang penting karena masyarakat akan menilai perilaku keturunan Rasulullah. Keresahan yang disampaikan oleh Guru Gembul, menurutnya, sangat bisa dipahami.

Sejarah Rabithah Alawiyah

Rabithah Alawiyah merupakan sebuah organisasi Islam di Indonesia yang fokus pada gerakan sosial. Perkumpulan ini terbentuk dari kalangan eksklusif masyarakat Hadhrami, khususnya keluarga Ba'alawi, yang memiliki sejarah panjang dalam dunia Islam.

Pada awalnya, organisasi ini diberi nama "perkoempoelan Arrabitatoel-Alawijah", dan resmi didirikan setelah proses pengajuan pengesahan pada 8 Maret 1928. Permohonan tersebut diajukan kepada G.R. Erdbrink, seorang pejabat tinggi Hindia Belanda kala itu. Berdasarkan sumber dari situs resmi Rabithah Alawiyah, surat tersebut ditandatangani oleh Sayid Muhamad bin Abdulrahman bin Syahab selaku ketua, dan Sayid Achmad bin Abdullah Assagaf sebagai sekretaris.

Setelah menerima surat permohonan tersebut, pada 27 Desember 1928, G.R. Erdbrink akhirnya mengakui organisasi ini secara resmi sebagai perkumpulan yang sah di mata hukum. Dengan demikian, Rabithah Alawiyah telah memiliki dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan misinya.

Beberapa sumber mencatat bahwa pendiri Rabithah Alawiyah adalah Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad. Salah satu inisiatif penting yang diambil pada saat pendirian adalah melakukan pendataan terhadap Alawiyyin yang berada di Indonesia. Pendataan ini menjadi langkah awal untuk mempererat hubungan antaranggota komunitas dan menjaga kesinambungan keturunan.

Baca Juga: Denny Darko Curiga Rocky Gerung Sebenarnya 'Orangnya' Jokowi: Kayak Batman dan Joker

Sesuai dengan anggaran dasar atau (Statuten)yang disusun saat itu, tujuan utama dari organisasi ini adalah untuk memajukan komunitas Arab Hadrami secara fisik dan spiritual. Selain itu, mereka juga berupaya memperkuat ikatan persaudaraan, terutama di antara para sayyid dan masyarakat Arab Hadrami lainnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI