Suara.com - Polemik mengenai bank syariah kembali mencuat setelah muncul tudingan bahwa sistem perbankan berbasis syariah justru lebih haram dibandingkan bank konvensional.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Mukhlis Rahmanto memberikan klarifikasi dalam acara Tarjih Menjawab pada Jumat (7/3/2025), dikutip dari website resmi Muhammadiyah.
Menurut Mukhlis, klaim tersebut tidak berdasar dan justru mengabaikan kontribusi para ulama serta cendekiawan Muslim dalam membangun sistem ekonomi syariah di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa bank syariah hadir sebagai solusi bagi umat Islam yang ingin bertransaksi tanpa terjerat riba.
Pernyataan kontroversial yang beredar menyebut bahwa bank syariah tetap mengandung riba yang diharamkan. Selain itu, ada anggapan bahwa bank syariah hanya mengubah istilah tanpa mengubah praktik dasarnya serta menjadikan agama sebagai komoditas bisnis.
Mukhlis membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip jual beli, bukan utang-piutang sebagaimana yang terjadi di perbankan konvensional.
Mukhlis mencontohkan akad murabahah, di mana bank membeli barang terlebih dahulu untuk nasabah dan menjualnya kembali dengan keuntungan yang telah disepakati bersama.
Ia juga menjelaskan akad wakalah, yang memperbolehkan perwakilan dalam transaksi, sesuai dengan hukum fikih muamalat.
"Riba adalah pertukaran uang dengan uang plus bunga, sedangkan sistem perbankan syariah melibatkan barang atau jasa riil dalam transaksi," jelasnya.
Mukhlis juga menyoroti peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam memastikan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip Islam. DPS yang terdiri dari para ulama fikih muamalat bertugas mengawasi setiap transaksi agar tetap sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Seiring berkembangnya teknologi, Mukhlis menyoroti hadirnya fintech syariah sebagai alternatif investasi halal. Ia mencontohkan skema investasi berbasis bagi hasil yang berbeda dengan sistem bunga dalam bank konvensional.