5. Menambah Ilmu Agama
Menggunakan waktu i’tikaf untuk belajar agama, baik melalui membaca buku, mendengarkan ceramah, atau berdiskusi dengan sesama jamaah, dapat meningkatkan pemahaman dan kualitas ibadah.
6. Muhasabah dan Memperbaiki Diri
Ramadan adalah momentum terbaik untuk introspeksi diri, memperbaiki akhlak, serta bertekad menjadi pribadi yang lebih baik setelah Ramadan berakhir.
Dengan melakukan berbagai kegiatan ini, Insya Allah i’tikaf akan menjadi lebih bermakna dan membawa keberkahan dalam hidup.
Pengertian I’tikaf
Melansir laman Muhammadiyah, i'tikaf merupakan aktivitas berdiam diri di masjid dan melakukan amalan-amalan ibadah dalam satu waktu tertentu dengan tujuan mengharap ridho Allah SWT.
Dalam sebuah buku karya R.Syamsul dan M.Nielda berjudul Tuntunan Ibadah Ramadan dan Hari Raya, disebutkan bahwa Rasulullah SAW memiliki kebiasaan melakukan I’tikaf di 10 malam terakhir bulan Ramadan.
أَنَّ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانِ. حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ. ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: "Bahwasanya Nabi SAW beri'tikaf pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan sampai beliau dipanggil Allah Azza wa Jalla, kemudian istri-istri beliau (meneruskan) beri'tikaf setelah beliau wafat." (HR Muslim).
Baca Juga: Ketika Ramadan Menjadi Konten: Antara Dakwah dan Engagement
Kapan I'tikaf Dilakukan?
Seperti yang telah disebutkan, i’tikaf paling utama dilakukan pada sepuluh malam terakhir Ramadan. Namun, kapan tepatnya i’tikaf dimulai? Tidak ada ketentuan pasti mengenai jam pelaksanaannya. Menurut berbagai sumber, i’tikaf dapat dilakukan kapan saja karena tidak ada batasan waktu tertentu.
Mengenai durasi, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilakukan dalam waktu yang singkat tanpa batasan minimal. Sementara itu, Mazhab Malikiyah menetapkan waktu minimal pelaksanaan i’tikaf adalah sehari semalam.
Kontributor : Dea Nabila