"Ibu yg nyuci : Agamamu agamamu, cucianku cucianku."
Sebuah pernyataan yang menggambarkan sikap netral penuh pendirian, ibu itu tidak terganggu sedikit pun oleh ritual di sebelahnya. Fokus utama tetap pakaian bersih.
Tak kalah kocak, komentar dari @kal*** menggambarkan penderitaan terselubung yang mungkin dirasakan peserta baptis.
"Mas-mas yang baru dicelupin: 'Perih njir kena soklinn!!'."
Sementara itu, @huf**** menyelipkan komentar berbumbu promosi deterjen, "Terbaptis bersama Daia." Apakah ini pertanda Daia harus segera membuat endorsement resmi?
Namun, komentar yang paling filosofis datang dari @alf****. "Nampaknya emak-emak yang nyuci tu menang datang duluan di kolam umum itu. Bagimu acaramu, bagiku cucianku."
Sebuah pernyataan yang memancarkan prinsip hidup saling menghormati di ruang publik. Fenomena ini menyoroti realita sosial yang ada di banyak wilayah Indonesia, khususnya di pedesaan atau pinggiran kota, di mana kolam, sungai, atau mata air digunakan untuk berbagai keperluan secara bersamaan.
Mulai dari mandi, mencuci, hingga kegiatan keagamaan. Terkadang tanpa pembatas yang jelas, sehingga batas antara sakral dan praktikal menjadi sangat tipis. Dan justru di situ kadang kita menemukan sisi lucu kehidupan.
Tentu saja, video ini viral bukan karena niat untuk menertawakan agama atau prosesi ibadah, tetapi lebih kepada kejujuran kondisi lapangan yang apa adanya dan kekuatan netizen Indonesia dalam menyulap apapun menjadi bahan hiburan.
Baca Juga: Ulasan Novel Viral: Ketika Ketenaran Mengubah Segalanya, Dunia Tak Lagi Sama
Di balik tawa yang tercipta, video ini juga menjadi pengingat bahwa kehidupan masyarakat kita begitu berwarna. Pada akhirnya, kita hanya bisa mengangkat topi pada sang ibu yang tetap teguh dengan prinsipnya. Pembaptisan boleh berjalan, tapi jemuran harus tetap terisi.