Tangis sang ibu pecah melihat kondisi putrinya. Sementara sang ayah hanya bisa membisu, terkejut dan hancur menyaksikan putrinya terluka parah di tengah keterbatasan ekonomi keluarga.
Alya sendiri langsung dihantui kekhawatiran tentang pekerjaan, tanggungan, dan masa depannya. Saat itu, kata dia dokter menyarankannya untuk menjalani operasi besar.
Wahana air tersebut menawarkan solusi, menanggung biaya operasi besar, namun dengan syarat berat — keluarga Alya harus menandatangani surat perjanjian untuk tidak memviralkan kejadian tersebut.
Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa yang ditanggung hanya operasi dan rawat inap, sedangkan rawat jalan dan kontrol pasca operasi harus ditanggung sendiri.
"Dengan sangat terpaksa, papa tanda tangan. Kami gak punya pilihan lain," tutur Alya.
Usai operasi, Alya berusaha mengaktifkan BPJS dengan membayar tunggakan lebih dari dua juta rupiah. Namun, harapannya pupus. Karena kecelakaan terjadi di tempat wisata, sehingga BPJS tak bisa digunakan.
Alya pun terpaksa berutang untuk membayar biaya kontrol dan perawatan luka. Di tengah kondisi serba sulit, sang ibu menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, mengantar Alya kontrol rutin ke rumah sakit dengan motor kecil satu-satunya yang mereka miliki.
Tak berhenti di situ, Alya mencoba menghubungi kembali pihak yang dirasa bertanggungjawab atas kondisi yang ia alami untuk meminta bantuan tambahan.
Namun, yang didapatnya hanyalah jawaban template tanpa solusi nyata. Lebih menyakitkan lagi, belum genap sebulan setelah insiden Alya, kabar tentang korban lain yang mengalami patah tangan di wahana yang sama pun terdengar.
Baca Juga: Viral Curhatan Polos Bocah SD ke Prabowo Soal Jalan Rusak Berlumpur: Kapan Jalan Dibangun, Pak?
Alya pun akhirnya bersuara lantang di media sosial, mengungkapkan semua kronologi kejadian, penderitaan yang dialaminya, serta harapannya agar pihak wahana rekreasi air tersebut bertanggung jawab sepenuhnya atas kelalaiannya.