Suara.com - Masa depan sektor pertanian modern ada di perkotaan meski dengan lahan yang terbatas. Caranya, dengan memaksimalkan pertanian vertikal (vertical farming) yang tak hanya menguntungkan, tapi juga ramah lingkungan.
Sebuah studi terbaru dari Technical University of Munich (TUM) melalui platform riset TUMCREATE di Singapura menegaskan potensi luar biasa pertanian vertikal sebagai solusi ketahanan pangan masa depan. Tak hanya fokus pada selada dan sayuran daun, riset ini memperluas cakupan pada enam kelompok pangan: tanaman pangan, alga, jamur, serangga, ikan, dan daging kultur.
"Pertanian vertikal adalah tambahan yang berharga untuk ketahanan pangan. Makanan dapat ditanam dekat dengan konsumen, tidak bergantung pada cuaca, dan menggunakan ruang secara efisien," jelas Dr. Vanesa Calvo-Baltanás, peneliti utama studi tersebut, dikutip EurekaAlert!, Kamis (22/5/2025).
Mengenal Teknologi Vertical Farming
Vertical farming merupakan metode bertani secara vertikal menggunakan rak bertingkat atau dinding hijau dalam ruangan, lengkap dengan sistem hidroponik, aeroponik, dan pencahayaan LED. Sistem ini memungkinkan panen sepanjang tahun dengan kontrol penuh atas suhu, kelembaban, dan nutrisi.
Beberapa keunggulan vertical farming yang relevan untuk kota-kota besar antara lain:
- Hemat Ruang: Bisa diterapkan di rooftop, balkon, atau dalam ruangan.
- Hemat Air: Menggunakan sirkulasi air yang efisien, menghemat hingga 90% air dibanding pertanian tradisional.
- Tidak Tergantung Cuaca: Tanaman tumbuh dalam kondisi stabil dan optimal sepanjang tahun.
- Bebas Pestisida: Produksi lebih sehat karena risiko hama sangat minim.
- Panen Konsisten: Lingkungan terkontrol menjamin hasil panen yang stabil.
Produktivitas Melonjak Ribuan Kali
Penelitian ini menunjukkan sistem pertanian vertikal 10 lantai dapat meningkatkan produksi protein hingga 300 kali lipat untuk tanaman pangan, dan bahkan 6.000 kali lipat untuk jamur serta serangga, dibandingkan dengan metode pertanian konvensional di lahan terbuka.
Keunggulan ini tak hanya terletak pada produktivitas tinggi, tetapi juga pada dampak lingkungan yang lebih rendah. Sistem ini menghemat lahan, menghilangkan kebutuhan akan pestisida dan antibiotik, serta membuka peluang besar bagi ekonomi sirkular.
Baca Juga: Produk Skincare Ramah Lingkungan Kini Jadi Pilihan, Industri Kecantikan Ikut Berbenah
“Potensi pertanian vertikal masih jauh dari habis,” tegas Profesor Senthold Asseng dari TUM, Lead Principal Investigator di TUMCREATE.
Ekonomi Sirkular dan Efisiensi Energi
Salah satu aspek menarik dari studi ini adalah potensi sirkularitas dalam produksi pangan. Limbah tanaman dapat digunakan untuk membudidayakan jamur dan serangga, yang keduanya memerlukan sedikit cahaya dan ruang, sehingga mengurangi konsumsi energi yang selama ini menjadi tantangan besar dalam pertanian vertikal.
Namun, tantangan tetap ada. “Pertanian dalam lingkungan terkendali dapat merevolusi produksi pangan. Namun, diperlukan kemajuan teknologi, penelitian interdisipliner untuk mengatasi masalah energi, insentif kebijakan, dan keterlibatan publik untuk merealisasikan potensi penuhnya,” lanjut Dr. Calvo-Baltanás.
Strategi Singapura "30-by-30"
Temuan ini memperkuat langkah Singapura dalam mencapai strategi nasional “30-by-30”, yakni memproduksi 30% kebutuhan nutrisinya secara lokal pada tahun 2030. Negara pulau yang padat penduduk ini menjadi laboratorium alami untuk mengembangkan pertanian vertikal yang efisien, adaptif, dan tidak tergantung pada ketersediaan lahan.