Suara.com - Pernikahan adat Jawa dikenal penuh simbol dan makna yang mendalam. Lantas, apa makna prosesi pernikahan adat Jawa?
Meskipun sekarang banyak yang mengadaptasi prosesi pernikahan yang lebih praktis dan sederhana, masih ada pasangan yang melestarikan adat ini. Lantaran mereka tahu betul makna prosesi pernikahan adat Jawa yang begitu sakral.
Memang, prosesi adat seperti siraman dan midodareni dianggap tidak relevan dengan kemajuan zaman sekarang.
Namun, siapa sangka bahwa setiap ritual tersebut sebenarnya melambangkan sebuah simbol kesiapan lahir dan batin menuju kehidupan rumah tangga.
Artikel ini akan mengulas tentang makna dari setiap prosesi dalam pernikahan adat Jawa. Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Makna Prosesi Pernikahan Adat Jawa
1. Pemasangan Tarub, Bleketepe, dan Tuwuhan
Prosesi diawali dengan pemasangan tarub dan bleketepe di rumah mempelai perempuan. Tarub adalah tenda atau peneduh yang menunjukkan bahwa keluarga sedang menggelar hajatan, sementara bleketepe adalah anyaman daun kelapa sebagai penolak bala.
Sementara itu, tuwuhan yang terdiri dari pisang raja, kelapa muda, batang padi, dan janur diletakkan di kedua sisi gerbang, sebagai simbol kesuburan dan harapan akan hadirnya keturunan yang membawa berkah.
2. Siraman
Calon pengantin menjalani ritual siraman dengan air suci yang berasal dari tujuh sumber mata air, disiramkan oleh tujuh orang yang dituakan dan telah berumah tangga, sebagai lambang doa agar perjalanan pernikahan mereka diberkahi dan bahagia.
3. Meratus dan Ngerik
Setelah siraman, rambut calon pengantin perempuan diratus agar harum, lalu dilakukan ngerik atau menghilangkan rambut halus di dahi.
Dalam pernikahan Jawa, hal ini melambangkan pembuangan sial dan persiapan menuju kesucian pernikahan. Proses ini juga membantu memudahkan proses merias dan membuat paes.
4. Dodol Dawet
Orang tua mempelai perempuan menjajakan dawet (cendol) sebagai simbol pengesahan niat menjodohkan anaknya. Penjual adalah sang ibu yang dipayungi oleh ayah, sebagai contoh gotong royong dalam rumah tangga.
Pembayarannya bukan dengan uang, melainkan kreweng (pecahan tanah liat) sebagai simbol kehidupan berasal dari tanah.
5. Midodareni
Pada malam sebelum pernikahan, pengantin perempuan menjalani midodareni, yaitu berdiam diri di kamar bersama ibu dan kerabat wanita. Ia menjalani perawatan seperti luluran dan maskeran agar tampil cantik seperti "bidadari".
Sang ayah akan mengajukan tantingan, yakni menguji kesiapan dan keteguhan hati anaknya sebelum menikah. Kemudian, calon pengantin pria datang memberikan seserahan yang umumnya berisi perhiasan, pakaian, makanan, dan lain sebagainya.
6. Penyerahan Sanggan
Dilakukan oleh orang tua mempelai pria kepada keluarga perempuan. Sanggan berisi pisang raja matang, sirih ayu, dan kembang telon (mawar, melati, kenanga) sebagai tanda penghormatan dan niat tulus untuk melamar.
7. Akad Nikah
Prosesi pernikahan dilakukan sesuai agama masing-masing. Untuk Muslim, dilakukan ijab kabul di hadapan penghulu dan disahkan oleh KUA. Bagi pasangan non-Muslim, pelaksanaan adat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama yang dianut.
8. Panggih (Temu Pengantin)
Puncak adat Jawa adalah panggih, di mana kedua mempelai dipertemukan secara simbolis setelah sah menikah.
Dimulai dengan Tari Edan-edanan (tarian simbolik pengusir bala) dan Balangan Gantal (saling lempar daun sirih berisi kapur, gambir, tembakau dan pinang sebagai lambang cinta kasih).
9. Ngidak Endhog dan Sinduran
Mempelai pria menginjak telur, lalu sang istri membasuh kakinya sebagai simbol kesetiaan dan pengabdian.
Setelah itu, kedua mempelai dibalut kain sindur dan dituntun ke pelaminan oleh ayahnya, sebagai simbol tanggung jawab orang tua dalam mengantarkan anak ke jenjang kehidupan yang baru.
10. Bobot Timbang
Kedua mempelai duduk di pangkuan ayah mempelai perempuan. Sang ibu akan bertanya, "Siapa yang lebih berat?" dan ayah akan menjawab "Sama saja" sebagai simbol kasih sayang yang setara untuk keduanya.
11. Minum Rujak Degan
Pada tahapan ini, rujak degan yang terbuat dari kelapa muda parut diminum bersama oleh seluruh keluarga sebagai simbol kesucian dan kebersamaan dalam merasakan manisnya hidup.
12. Kacar-Kucur
Mempelai pria menuangkan biji-bijian, uang, dan simbol hasil bumi ke kain yang ditampung oleh mempelai perempuan. Ini melambangkan suami bertanggung jawab memberi nafkah, dan istri dipercaya untuk mengelolanya.
13. Dulangan
Kedua mempelai saling menyuapi nasi tiga kali sebagai simbol kasih sayang, saling tolong, dan harapan keharmonisan dalam rumah tangga.
14. Bubak Kawah (Opsional)
Prosesi dalam pernikahan Jawa ini dilakukan jika mempelai adalah anak pertama. Orang tua membawa peralatan dapur sebagai simbol melepas tanggung jawab, lalu dibagikan ke tamu.
Bagi yang menerimanya, tradisi ini dipercaya dapat mendatangkan keberkahan jodoh.
15. Tumplak Punjen (Opsional)
Jika mempelai adalah anak terakhir, prosesi ini melambangkan penyerahan dharma atau kewajiban anak secara utuh kepada pasangan hidupnya.
16. Sungkeman
Kedua mempelai mengakhiri rangkaian acara dengan sungkeman kepada kedua orang tua sebagai ungkapan terima kasih dan penghormatan. Momen ini menegaskan pentingnya restu orang tua dalam meraih keberkahan dalam pernikahan.
Itulah penjelasan tentang makna prosesi pernikahan adat Jawa. Semoga generasi muda tidak hanya mengenalnya sebagai tradisi, tapi juga mampu menghargai dan melestarikannya sebagai bagian dari budaya bangsa.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas