suara hijau

Menyusuri Sri Lanka, Saat Konservasi Satwa dan Ekowisata Tropis Berjalan Beriringan

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 29 Mei 2025 | 10:50 WIB
Menyusuri Sri Lanka, Saat Konservasi Satwa dan Ekowisata Tropis Berjalan Beriringan
Ilustrasi tukik - pelepas liaran tukik alias bayi penyu ke laut (Photo by Shaylon Elmore/Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sri Lanka, pulau kecil di Samudra Hindia, tidak hanya dikenal karena kekayaan sejarah dan budayanya yang memikat, tetapi juga karena komitmennya terhadap konservasi satwa liar dan pengembangan ekowisata.

Dengan delapan Situs Warisan Dunia UNESCO dan berbagai kawasan hutan lindung, negara yang dijuluki "Air Mata India" ini menjadi destinasi wisata yang menawarkan pengalaman wisata berwawasan lingkungan tanpa meninggalkan kenyamanan.

Perjalanan menyusuri Sri Lanka dimulai dari Kolombo, ibu kota yang dinamis. Meski dikenal sebagai pusat urban dan perdagangan, Kolombo juga menjadi pintu masuk ke pengalaman menyaksikan satwa laut seperti paus biru yang melintas di Teluk Mirissa.

Dengan perahu katamaran, pengunjung dapat menyaksikan mamalia terbesar di dunia dalam habitat alaminya, sembari belajar tentang peran ekosistem laut dalam menjaga keseimbangan alam.

Menuruni pesisir barat ke arah Kalutara, suasana berubah menjadi lebih tenang. Di wilayah ini, kawasan pesisir yang masih alami menjadi tempat ideal untuk mengamati keanekaragaman hayati laut. Taman-taman karang dan bangkai kapal tua menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan dan biota laut.

Konservasi bawah laut menjadi perhatian di sini, mengingat tingginya ancaman terhadap ekosistem terumbu karang akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. Gua Fa Hien, situs prasejarah tertua di Asia, juga menjadi pengingat bahwa hubungan antara manusia dan alam telah berlangsung selama ribuan tahun.

Ilustrasi ekowisata di Sri Lanka (Photo by Eugene Dorosh/Pexels)
Ilustrasi ekowisata di Sri Lanka (Photo by Eugene Dorosh/Pexels)

Di Bentota, perpaduan antara keindahan alam dan konservasi semakin terlihat jelas. Sungai yang membelah hutan bakau menciptakan habitat alami bagi berbagai jenis burung air, biawak, hingga kucing bakau (fishing cats) yang terancam punah.

Di kawasan ini, wisatawan bisa mengikuti tur menyusuri sungai dengan perahu kecil, menyaksikan langsung kehidupan liar yang tersembunyi di balik rimbunnya vegetasi bakau. Kegiatan ini bukan sekadar atraksi, melainkan juga bagian dari upaya edukasi lingkungan kepada wisatawan lokal dan mancanegara.

Salah satu titik penting dalam jalur konservasi satwa di Sri Lanka adalah Sea Turtle Hatchery di Bentota. Fasilitas ini berfungsi sebagai tempat penetasan dan pelepasan tukik atau anak penyu ke laut, sebagai bagian dari upaya pelestarian spesies yang kian terancam oleh aktivitas manusia.

Baca Juga: Heboh Syahrini Dapat Penghargaan dari UNESCO, Eks Karyawan Ungkap Fakta Sebenarnya

Wisatawan tidak hanya bisa menyaksikan proses ini, tetapi juga turut berkontribusi dengan mengikuti kegiatan pelepasan penyu ke alam bebas. Kehadiran fasilitas ini mencerminkan keterlibatan masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian satwa laut.

Di bagian selatan, kawasan Tangalle menjadi penutup perjalanan yang penuh makna. Rekawa Turtle Conservation Project berdiri sebagai salah satu garda terdepan dalam perlindungan habitat penyu di Sri Lanka. Di sepanjang garis pantai yang sunyi, para penyu dewasa kembali ke daratan untuk bertelur—ritual alami yang menjadi simbol pentingnya kesinambungan ekosistem.

Kegiatan pengamatan penyu yang dilakukan dengan pendampingan pemandu lokal memungkinkan wisatawan menikmati pengalaman langka tanpa mengganggu proses alami satwa tersebut.

Tak jauh dari garis pantai, pengunjung dapat melanjutkan penjelajahan ke Kalametiya Bird Sanctuary—salah satu kawasan rawa tertua di Sri Lanka yang menjadi rumah bagi lebih dari 150 spesies burung, termasuk spesies migran langka. Aktivitas birdwatching di sini bukan hanya menyenangkan, tetapi juga memperkuat kesadaran akan pentingnya menjaga habitat basah yang makin terdesak oleh pembangunan.

Ekowisata di Sri Lanka tidak berhenti sampai di situ. Taman Nasional Yala dan Udawalawe juga membuka peluang bagi wisata safari yang beretika, dengan kesempatan melihat gajah Asia, macan tutul, dan spesies lainnya dalam ekosistem savana dan hutan yang masih lestari. Pengelolaan taman-taman nasional ini dirancang agar sejalan dengan prinsip konservasi dan keterlibatan komunitas lokal, menjadikannya model pengembangan wisata berkelanjutan yang dapat dicontoh negara lain.

Seluruh perjalanan ini menunjukkan bahwa Sri Lanka bukan hanya destinasi liburan, tetapi juga ruang belajar terbuka tentang pentingnya hidup selaras dengan alam. Potensi wisata Sri Lanka yang besar juga mendorong Minor Hotels untuk membuka properti di negara yang dijuluki Air Mata India tesebut.

Saat ini, tedapat empat properti Minor Hotels di Sri Lanka, yaitu Avani Kalutara, Anantara Peace Haven Tangalle, NH Collection Colombo dan NH Bentota Ceysands Resort. Dengan kehadiran empat properti tersebut, para wisatawan dapat menikmati kenyamanan waktu istirahat setelah seharian berpetualang di berbagai destinasi wisata.

Dengan kombinasi kekayaan hayati, budaya lokal, dan praktik wisata berkelanjutan, Sri Lanka menegaskan posisinya sebagai destinasi ekowisata yang relevan dan inspiratif. Di tengah krisis iklim dan hilangnya habitat satwa di banyak negara, pulau ini memberikan harapan: bahwa pariwisata bisa berjalan berdampingan dengan konservasi—asal dilakukan dengan bijak dan penuh tanggung jawab.

Anantara Peace Haven Tangalle di Sri Lanka. (Dok. Minor Hotels)
Anantara Peace Haven Tangalle di Sri Lanka. (Dok. Minor Hotels)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI