Tradisi Bali Larang Wisatawan Menstruasi Masuk Pura, Ini Alasannya Menurut Adat

Vania Rossa Suara.Com
Rabu, 11 Juni 2025 | 18:10 WIB
Tradisi Bali Larang Wisatawan Menstruasi Masuk Pura, Ini Alasannya Menurut Adat
Ilustrasi Pura di Bali. (Freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bali tak hanya memikat wisatawan dengan keindahan alam dan budaya yang memesona, tetapi juga dengan tradisi adat yang masih dipegang teguh hingga kini. Salah satu tradisi yang kerap mengundang perhatian, terutama dari wisatawan mancanegara, adalah larangan bagi perempuan yang sedang menstruasi untuk masuk ke area pura.

Aturan ini telah menjadi bagian dari tata kehidupan masyarakat Bali selama berabad-abad, berlandaskan keyakinan bahwa kesucian tempat ibadah harus selalu terjaga dari unsur yang dianggap “cuntaka” atau dalam keadaan ketidaksucian sementara.

Asal Usul Tradisi: Konsep Cuntaka dalam Hindu Bali

Larangan ini tidak muncul tanpa dasar. Dalam ajaran Hindu Bali dikenal istilah cuntaka, yaitu keadaan tidak suci sementara yang berkaitan dengan kondisi fisik tertentu, seperti menstruasi, melahirkan, sakit berat, atau berkabung karena kematian anggota keluarga dekat.

Dalam kondisi ini, seseorang dilarang untuk melakukan aktivitas spiritual di tempat suci demi menjaga keseimbangan energi spiritual di pura.

Menurut sumber dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, kehadiran seseorang yang sedang cuntaka diyakini dapat memengaruhi keharmonisan dan kesucian tempat ibadah.

Larangan ini berlaku bukan hanya bagi perempuan yang sedang haid, tetapi juga pria atau siapa pun yang berada dalam kondisi serupa.

Pemuka agama Hindu, Sira Mpu Dharma Agni Yoga Sonata, menyampaikan bahwa meski secara fisik tidak diperkenankan memasuki pura, perempuan yang sedang menstruasi tetap dapat melakukan penyucian diri melalui doa atau mantra tertentu dari rumah, sebagai wujud kesadaran spiritual dan niat tulus menjaga kesucian.

Tradisi atau Diskriminasi? Munculnya Pro-Kontra di Era Modern

Baca Juga: Thailand Terapkan Digital Arrival Card: Apa yang Perlu Disiapkan Penumpang?

Di tengah semangat kesetaraan gender yang menguat di berbagai belahan dunia, aturan ini pun mulai menuai sorotan.

Beberapa pegiat hak perempuan menilai bahwa larangan ini secara tidak langsung membatasi hak perempuan atas kebebasan beragama dan akses ke tempat ibadah, sesuatu yang tidak dialami laki-laki.

Dalam pandangan mereka, siklus menstruasi adalah proses biologis alami yang seharusnya tidak menjadi alasan pembatasan partisipasi dalam kegiatan spiritual.

Isu ini pun tak luput dari perhatian media internasional. Sejumlah media asing menyoroti aturan ini karena dinilai bisa memengaruhi pengalaman wisatawan perempuan yang ingin menikmati sisi budaya dan spiritual Bali secara utuh.

Beberapa wisatawan mancanegara mengaku terkejut karena tidak bisa masuk pura akibat larangan ini, meskipun Bali dikenal sebagai destinasi wisata global.

Meski demikian, masyarakat adat dan tokoh agama Bali menegaskan bahwa aturan ini bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan bagian dari sistem keyakinan leluhur yang bertujuan menjaga kesakralan pura.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI