Suara.com - Sebuah langkah revolusioner dalam dunia pendidikan Indonesia tengah digagas oleh Sekolah Rakyat.
Ribuan siswanya kini menjadi bagian dari program pemetaan bakat pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) bernama Talent DNA ESQ.
Inovasi yang dikembangkan oleh motivator ternama, Ary Ginanjar Agustian, ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi, minat, dan bahkan proyeksi profesi siswa sejak awal mereka menjejakkan kaki di sekolah, sebuah pendekatan yang fundamentalnya berbeda dari sistem pendidikan konvensional.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, saat membuka acara pembekalan guru dan kepala Sekolah Rakyat di JIExpo Kemayon, Jakarta, baru-baru ini.
Ia menekankan keunikan model pendidikan ini, di mana penerimaan siswa tidak lagi bergantung pada tes akademik.
"Ini pertama kali di Indonesia, sekolah memetakan bakat dan talenta siswa sejak awal masuk," kata Gus Ipul.
"Karena seluruh siswa Sekolah Rakyat tidak menggunakan tes akademik untuk bisa sekolah di Sekolah Rakyat."
Membongkar Potensi Tersembunyi dengan Talent DNA ESQ
Teknologi Talent DNA ESQ menawarkan pendekatan holistik untuk memahami setiap siswa secara mendalam.
Baca Juga: Dukung Pembangunan Sekolah Rakyat, Brantas Abipraya Bangun Infrastruktur Jalan untuk Mobilitas
Berbasis AI, platform ini mampu melakukan pemetaan bakat dan potensi personal, memberikan rekomendasi pengembangan yang terarah, serta memastikan relevansinya dengan tantangan masa depan.
Hasil pemetaan awal terhadap 6.494 siswa Sekolah Rakyat yang dilakukan oleh Universitas Ary Ginanjar menunjukkan temuan yang sangat menarik.
Dari segi minat bidang, siswa terbagi cukup merata antara Sosial (39,2%), STEM (Sains, Teknologi, Engineering, & Matematika) sebesar 38,1%, dan Bahasa (22,8%).
Data ini mematahkan anggapan bahwa siswa hanya unggul di satu bidang tertentu.
Lebih detail lagi, proyeksi profesi masa depan para siswa juga sangat beragam.
Sebanyak 31,0% siswa menunjukkan kecenderungan kuat di bidang teknik dan teknologi informasi, 23,9% di sektor pendidikan dan penegakan hukum, 22,9% di bidang kesehatan, 11,6% di industri media dan seni, serta 9,2% memiliki minat pada bisnis perikanan dan perkebunan.
Sinergi Gaya Belajar dan Mengajar
Salah satu penemuan paling signifikan dari pemetaan ini adalah dominasi gaya belajar kinestetik (belajar melalui gerakan dan praktik) di kalangan siswa, yang mencapai 50,5%, diikuti oleh auditory (30%) dan visual (19,5%).
Menariknya, data menunjukkan bahwa gaya mengajar para guru di Sekolah Rakyat juga selaras, dengan mayoritas guru memiliki gaya kinestetik (53,5%).
Keselarasan ini menciptakan lingkungan belajar-mengajar yang jauh lebih efektif, karena guru dapat secara intuitif menerapkan metode yang paling sesuai dengan karakteristik siswanya, seperti simulasi dan praktik langsung.
Founder ESQ Leadership Center, Ary Ginanjar Agustian, menyebut konsep Sekolah Rakyat sebagai model pendidikan yang sempurna untuk menyongsong masa depan.
Menurutnya, masalah utama yang dihadapi sistem pendidikan saat ini adalah kebingungan siswa dalam menentukan masa depan mereka.
"Percaya, Tahun 2045, Sekolah Rakyatlah nukleus (inti sel) Indonesia Emas Tahun 2045," ujar Ary dengan penuh keyakinan.
Ia menyoroti fakta bahwa 92 persen siswa SMA sering kali bingung menentukan jurusan kuliah dan karier.
"Tapi itu tidak terjadi di Sekolah Rakyat, karena begitu (kelas) satu SMA, dia tahu mana Bahasa, mana IPA, mana dokter, mana pengusaha, dan mana nelayan," imbuhnya.
Bagi Ary, ilmu paling fundamental dalam hidup adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri.
"Bagaimana cara kenal diri, hanya ada di Sekolah Rakyat, dengan manajemen talent DNA," tuturnya.