Mereka menekankan bahwa ibadah tidak bisa dipisahkan dari kehalalan harta yang dipakai.
Karena itu orang yang berangkat umroh dengan uang haram tetap memiliki kewajiban untuk mengulang ibadahnya menggunakan harta halal.
Bagi mazhab Hanbali, mencampurkan ibadah suci dengan sumber batil adalah kesalahan yang membatalkan esensi ibadah itu sendiri.
Jika ditinjau dari sisi fiqih, ada dua garis besar:
- Menurut mayoritas, umrah tetap sah tetapi pelakunya berdosa.
- Menurut Hanbali, umrah tidak sah dan wajib diulang
Namun dari sisi spiritual, semua ulama sepakat bahwa ibadah dengan biaya haram tidak akan mendatangkan keberkahan.
Walau mungkin sah secara hukum, namun ibadah itu jauh dari kategori umrah mabrur. Sebaliknya, ia hanya sekadar perjalanan fisik tanpa nilai suci yang diharapkan.
Kondisi ini mengingatkan bahwa Allah hanya menerima amalan dari harta yang baik dan halal.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik."
Dengan demikian, meski seseorang berhasil menunaikan umrah secara lahiriah, ibadah tersebut bisa jadi tertolak secara batiniah karena asal-usul hartanya yang kotor.
Baca Juga: Dari Dana Haji Menuju Tanah Suci, Inovasi Reksa Dana Syariah Berangkatkan Jemaah Umrah
Mayoritas ulama menilai umrah dengan biaya haram sah tapi penuh dosa, sementara mazhab Hanbali menegaskan bahwa ibadah tersebut tidak sah sama sekali.
Meski berbeda, keduanya sepakat bahwa penggunaan harta haram mencederai makna ibadah dan menghalangi keberkahannya.
Karenanya, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan rezeki yang digunakan untuk ibadah berasal dari jalan halal.
Dengan demikian, umroh bukan hanya sah secara fiqih, tetapi juga mabrur dan diridai Allah. Pada akhirnya, ibadah yang diterima bukanlah tentang mewah atau mahalnya biaya, melainkan tentang keikhlasan hati dan kebersihan rezeki.
Kontributor : Dea Nabila