Seorang atlet profesional yang ingin menembus ketatnya persaingan dunia, menurut dia, harus pula didukung suatu manajemen agar beragam persoalan yang pasti ditemui, seperti cedera dan biaya, dapat dicarikan jalan keluarnya.
Christo mengambarkan seorang atlet profesional sepatutnya memiliki pelatih pribadi, manajer yang mengelola jadwal selama satu periode tertentu, staf kesehatan, hingga tim pemasaran untuk berhubungan dengan sponsor terkait dengan pendanaan.
"Iya, untuk peringkat 500 ke bawah, seorang atlet bisa bekerja sendiri. Akan tetapi, jika sudah menargetkan peringkat 100 dunia atau masuk 50 besar dunia, mau tidak mau harus didukung oleh kompenen lain kalau ingin tetap melaju," kata peraih dua emas SEA Games 2011 ini.
Menurut dia, kenyataan inilah yang terkadang membuat galau di tengah komitmen penuh bergelut pada dunia profesional sejak enam tahun lalu.
Ia mengaku pada awal kariernya sangat gamang, apalagi mendapati kenyataan betapa ketatnya persaingan di level Asia saat ini.
Keberhasilan menjadi juara junior pada Grand Slam Prancis Terbuka 2008 tidak dapat dijadikan tolak ukur ketika terjun di jalur profesional karena terdapat perbedaan mencolok ketika bertanding di level usia muda dan senior tingkat dunia. Apalagi, kata dia, negara yang semula berada di bawah Indonesia pada era 80-an hingga akhir 90-an, kini sudah bisa menyejajarkan diri dengan petenis Eropa.
Sebut saja, dua petenis kembar asal Thailand Sanchai dan Sonchat Ratiwatan yang prestasinya mulai meroket, dan petenis Jepang Kei Nishikori yang baru-baru ini menembus empat dunia. Belum lagi, petenis Tiongkok dan Korea Selatan yang saat ini sudah wara-wiri di 20 besar dunia.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu, Christo mengaku telah menemukan kemantapan untuk tetap berjuang di jalur profesional meski tidak menyangkal terkadang pikiran untuk menyerah itu muncul ketika gagal dalam suatu pertandingan.
"Maunya saya, atlet itu hanya memikirkan berlatih dan bertanding. Akan tetapi, hal ini belum bisa untuk saat ini karena masih ada keterbatasan. Hingga kini, saya masih melakukannya sendiri, seperti menyusun jadwal pertandingan hingga mendaftar dalam suatu turnamen," kata petenis yang mulai berlatih tenis pada usia tiga tahun ini.
Ia tidak memungkiri terdapatnya sejumlah komponen yang tidak dapat dipenuhinya di tengah berkecamuknya keinginan untuk menembus persaingan 100 dunia. "Makin merasa mampu, makin merasa pula banyak kekurangannya," ucap Christo.