Suara.com - Wakil Pengageng Sasana Wilapa Kasunanan Surakarta KPA Winarno pada Selasa (9/6/2015) menjelaskan filosofi ritual adat pernikahan Jawa yang akan dijalankan dalam pernikahan anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dengan Selvi Ananda, pada 11 Juni besok.
Ia menjelaskan sehari sebelum upacara pernikahan orang tua mempelai perempuan biasanya memasang bleketepe (anyaman daun kelapa) di depan rumah.
"Pemasangan bleketepe yang dilakukan oleh orangtua pengantin merupakan awal pemasangan tarup," katanya.
Dalam pernikahan Gibran dan Selvi Ananda, pemasangan bleketepe berukuran sekitar 50x200 sentimeter persegi dilaksanakan hari ini sekitar pukul 15.00 WIB di rumah kontrakan keluarga mempelai perempuan di Banyuanyar, Sumber, Solo, Jawa Tengah.
Bleketepe yang dipasang pada tarup dan sekeliling area pernikahan, menurut KPA Winarno, merupakan perwujudan tempat penyucian para dewa di kahyangan yang disebut Bale Katapi.
Bale artinya tempat dan Katapi berasal dari kata "tapi" yang berarti membersihkan dan memilahkan kotoran-kotoran untuk kemudian dibuang.
Pemasangan bleketepe, ia menjelaskan dapat diartikan secara luas sebagai ajakan orangtua dan calon pengantin kepada semua orang yang terlibat dalam upacara untuk bersama-sama menyucikan hati.
"Siapa saja yang diundang dan kemudian datang, masuk di dalam tempat yang sudah dikelilingi bleketepe akan bersih secara lahir dan kemudian menjadi suci secara batin. Itulah harapannya," katanya.
KPA Winarno menjelaskan secara umum seluruh rangkaian pernikahan dalam adat Jawa mengandung filosofi yang dalam.
Setelah pemasangan tarup dan bleketepe, ritual akan dilanjutkan dengan prosesi adang atau menanak nasi pertama.
Adang pertama, ia menjelaskan, dimaksudkan agar tuan rumah bisa memberi makan sanak saudara yang mendukung terlaksananya pesta.
"Kemudian ada acara siraman untuk mempelai wanita di dalamnya ada rangkaian ada jualan dawet," katanya.
Prosesi siraman mempelai perempuan melambangkan upaya penyucian diri secara lahir dan batin karena esok harinya bersiap menerima jodoh.
Sedangkan malam midodareni, kata KPA Winarno, melambangkan turunnya para bidadari pada malam hari untuk memberikan keberkatan kepada calon pengantin.
Esok harinya dilaksanakan akad nikah yang dilanjutkan dengan ritual temupanggih dimana mempelai pria menginjak telor yang melambangkan keturunan lalu mempelai perempuan membasuh kaki mempelai pria untuk menyimbolkan rasa baktinya.