Suara.com - Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai setiap calon petahana yang akan maju di Pemilihan Kepala Daerah rentan terhadap penyalahgunaan jabatan. Terlebih si calon tidak cuti saat kampanye.
Demikian dikatakan Refly ketika menjadi saksi ahli Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Judicial Review Undang-Undang Pilkada No. 10 Tahun 2016 Pasal 70 (3) mengenai cuti selama masa kampanye di Mahkamah Konstitusi.
"Kalau persoalan calon petahana sering menggunakan dan memanfaatkan jabatanya dan kita nggak bisa menutup mata," ujar Refly di dalam ruang sidang MK, Jalam Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (26/9/2016).
"Maka jalan keluarnya bukan menyuruh dia (petahana) pensiun dini atau berhenti, atau menyuruh cuti selama 3,5 bulan. Jalan keluarnya adalah bagaiman membuat integritas pemilu," Refly menambahkan.
Menurut Refly, yang seharus diperkuat adalah fungsi pengawas pemilu, dalam hal ini Badan Pengawas Pemilu.
Refly mengatakan setiap pemilihan legislatif maupun kepala daerah pasti ada bakal calon yang melakukan money politik.
"Pasti kita tahu money politik terjadi di mama-mana, tapi efektif nggak yang namanaya penegakan hukum terhadap money politik?. Hampir semua nggak efektif," kata dia.
"Mingkin hampir semua anggota legislator melakukan money politik, tapi nggak ada satupun yang didiskualifikasi karena melakukan money politik," lanjut Refly.
Ahok menguji Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada yang berbunyi: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Menurut Ahok Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bisa ditafsirkan bahwa selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti, padahal selaku pejabat publik, Pemohon memiliki tanggungjawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana termasuk proses penganggarannya.
Ahok menilai penafsiran yang mewajibkan petahana cuti kampanye sebagai hal yang tidak wajar karena cuti merupakan hak seperti pada hak PNS yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut Ahok aturan tersebut seharusnya dimaknai bahwa cuti kampanye merupakan hak yang sifatnya opsional.