Dalam hitungan jam, Marsinah yang tak ikut digelandang ke kodim, dinyatakan hilang, dan akhirnya ditemukan sudah menjadi mayat.
Aparat hukum mengusut dan mengadili kasus tersebut. Sebanyak 9 orang menjadi tersangka, termasuk Direktur PT CPS Yudi Susanto, dan Kabag Personalia PT CPS Mutiari. Yudi dihukum 17 tahun penjara karena dianggap sebagai otak pembunuhan. Sementara Mutiari dihukum 7 bulanpenjara.
Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia memvonis bebas seluruh terdakwa.
Vonis bebas itu lantas membuka kemungkinan adanya rekayasa dalam penyelidikan kasus pembunuhan Marsinah.
Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D Soerjadi menilai ada rekayasa militer yang mencari “kambing hitam” dalam pembunuhan Marsinah.
Hingga kekinian, “otak” pembunuhan terencana terhadap Marsinah belum juga terungkap.
Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pernah berniat kembali membuka penyelidikan kasus Marsinah. Ia bertekat mengungkap siapa dalang di balik pembunuhan keji tersebut. Namun, sebelum niat itu terlaksana, Gus Dur jatuh.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada 1993. Ia menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Kasus ini pun menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional atau ILO, dikenal sebagai kasus 1713. Namun, pembunuh yang sebenarnya belum menerima hukuman.
Kini, kebenaran yang terwujud dalam tubuh perempuan semacam Marsinah atau Patmi masih tetap berada di sudut paling gelap dalam gemerlap cahaya beragam perlombaan. Suara kebenaran yang mereka pekikkan, sayup-sayup menghilang di tengah lantangnya pariwara "perang diskon" di Hari Kartini.
Baca Juga: Man City Keok Lagi, Kali Pertama Guardiola 'Puasa' Gelar