Berdasarkan data dan fakta hasil penelitian tersebut, Saskia menilai isu kebencian agama dan etnis Rohingya, sebenarnya tidak terjadi secara natural di kalangan warga Myanmar.
Menurutnya, pemerintah maupun militer Myanmar justru yang menciptakan dan terus "memupuk" konflik berdarah antara warga Buddhis dan etnis Rohingya yang muslim. Dengan begitu, Saskia menilai militer dan pemerintah Myanmar yang pro-pemodal memunyai dua keuntungan.
Pertama, kata dia, persekusi atau pembantaian Rohingya memudahkan militer untuk menguasai lahan-lahan kosong di daerah Rakhine dan bisa didistribusikan untuk keperluan investor swasta.
"Keuntungan kedua, dengan terus mewacanakan konflik antargama antara Buddha dan Muslim Rohingya, maka perlawanan petani-petani kecil yang mayoritas kaum Buddhis terhadap militer dan pemerintah bisa diminimalisasi. Perlawanan mereka dialihkan secara horizontal, yakni antarrakyat," tandasnya.