Potret Suram TKI di Malaysia, Staf KJRI Disebut Makan Gaji Buta

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 01 Oktober 2018 | 17:13 WIB
Potret Suram TKI di Malaysia, Staf KJRI Disebut Makan Gaji Buta
Sejumlah massa berunjuk rasa di depan Kedubes Malaysia, Jakarta, Senin (5/3).

Tak kalah menyedihkan, banyak TKI ilegal yang kesulitan mendapatkan administrasi kematian dan mencari kuburan. Bahkan ada jenazah yang sampai 14 hari belum juga dikubur karena terganjal ketidakjelasan statusnya.

"Untuk keluar dari Malaysia sudah sulit, mau dikubur pun juga tidak kalah susahnya," keluh dosen Perbanas Institut dan Program MM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini.

Di satu sisi, keinginan hidup di Malaysia membuat mereka juga rentan terjebak oleh perusahaan-perusahaan setempat yang mengklaim bisa mengurus pemutihan status dengan mendapatkan dokumen resmi (visa kerja).

Salah satunya lewat program penempatan kembali (rehiring) kerja di Malaysia. Adapun biaya yang dikeluarkan sekitar 5.000 hingga 7.500 Ringgit Malaysia yang disisihkan dari hasil kerja. Celakanya, banyak yang tanpa hasil alias tertipu calo.

Surat izin kerja tidak keluar sedangkan perusahaan yang menawarkan jasa tersebut hilang tak karuan.

Farouk menduga, masih banyaknya TKI irregular yang menggunakan jasa calo dan memilih jalur gelap karena pihak KJRI Penang tidak bisa menjalankan tugas dengan baik dan profesional, dalam hal ini memberikan pelayanan dan perlindungan yang optimum kepada segenap WNI di Malaysia.

Di mata sebagain pekerja migran, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Penang khususnya bagian keimigrasian seperti institusi “useless” dan “neo-feodal” yang tidak mampu memberikan solusi terhadap persoalan WNI.

Terlepas dari ke “irregularan” status-nya, mereka adalah WNI yang tetap berhak dilayani dan dilindungi semaksimum mungkin.

"Staf KJRI di mata warga dianggap sekedar makan gaji buta, yang tidak perduli sama sekali dengan banyak persoalan yang mereka hadapi seperti saat pembuatan paspor SPLP, kesulitan mendapat layanan pendidikan, hingga mengurus kematian," tukas Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, & Development (CISFED) ini.

Sebenarnya nasib TKI di Malaysia ini merupakan persoalan nasional yang perlu mendapatkan segenap perhatian dari pihak-pihak terkait di Jakarta.

Boleh jadi, kasus serupa juga terjadi di negara tujuan penempatan TKI lainnya seperti di negara negara Timur Tengah, Cina, Hong Kong, dan lainnya.

Atas dasar itu, Farouk mendesak Presiden Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, serta Menteri Hukum & HAM Yasonna Laoly agar memastikan KBRI umumnya dan KJRI Penang khususnya, dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional.

Dengan demikian, semua buruh migran bisa mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-haknya sesuai amanat Undang Undang No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

"Para diplomat dan segenap staf di KJRI Penang yang cuma duduk-duduk manis di bagian administrasi tanpa bisa memberikan solusi untuk memecahkan masalah, bahkan justru mempersulit hidup pekerja migran patut dievaluasi. Ke depan, perlu dilakukan diplomasi yang lebih aktif dengan pihak Pemerintah Malaysia untuk mencari solusi-solusi yang permanen atas persoalan warga Indonesia yang hidup di sana, di samping diplomasi aktif lainnya di berbagai negara yang mempunyai persoalan pekerja migran yang sama," pinta Farouk.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI