Suara.com - Desember kelabu bagi Indonesia, saat tsunami Selat Sunda menerpa banyak wilayah di Banten dan Lampung, Sabtu akhir pekan lalu. Empat belas tahun sebelumnya, juga di bulan Desember dan hanya terpaut empat hari, tsunami melanda Aceh.
AKLIMA, Minggu pagi itu, sedang bersama anaknya, Maulidina yang usianya belum mencapai dua tahun. Keduanya berada di rumah, Dusun Jabi, Gampong Lhok Timon, Aceh Jaya. Sementara ayah Maulidina, Abdullah bin Baihaqi, sedang melaut.
Gempa terjadi pada hari itu, 26 Desember 2004. Aklima bersama putrinya keluar dari rumah. Mereka kebingungan. Akhirnya, mereka memilih untuk diam duduk di jalanan beraspal, menyaksikan rumah mereka dan tetangga seketika roboh.
Burung-burung yang sedang terbang berjatuhan ke tanah. Banyak binatang bersuara memekik ketakutan. Padi-padi di sawah hilang teraduk lumpur.
Aklima dan Maulidina baru bisa lega setelah getaran gempa terhenti. Namun, kelegaan mereka hanya sementara. Setelah gempa dahsyat itu, keduanya mendengar suara ledakan yang lantang.
Mereka kembali kebingungan, tak tahu sumber suara ledakan itu. Orang-orang mengira, itu adalah suara ledakan bom. Kala itu, gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka masih berperang melawan Republik Indonesia.
"Suara ledakan itu persis seperti suara air terjun, dan setelah itu air laut tiba-tiba surut ke tengah, sampai-sampai kami bisa melihat ikan-ikan menggelepar di atas karang,” kata Aklima kepada Portal Satu—jaringan Suara.com, Rabu (26/12/2018), saat hari peringatan 14 tahun tsunami Aceh.
Tiga ratus penduduk kampungnya lintang pukang ke masjid terdekat untuk berlindung. Mereka mengetahui, air laut surut itu tanda tsunami bakal datang.
Aklima dan Maulidina juga berniat ke masjid yang sama. Tapi, tiba-tiba, langkah mereka sudah teradang air yang datang.
Baca Juga: Geisha Butuh Seminggu Aransemen 2 Lagu Nike Ardilla
Air itu sudah membawa serta rumah-rumah penduduk. Kemudian, terdengar suara tetangganya berteriak memberitahu, bahwa itu adalah air laut. Tsunami telah datang.
"Saat kami mencoba menyelamatkan diri ke bukit, sementara gempa susulan masih terus terjadi, kami sempat melihat kabel di tiang-tiang listrik mulai mengeluarkan percikan api, dan satu persatu tumbang hingga mengenai beberapa penduduk," katanya.
Air laut saat itu datang bersaman dari empat penjuru menuju kampung Lhok Timon. Para penduduk terkepung. Situasi panik, setiap orang berusaha menyelamatkan keluarganya.
Aklima berusaha menyelamatkan diri dari air laut yang menerpa daratan. Ia bersama putri kecilnya berada di antara dua bukit.
Aklima tak berdaya. Rasa takut semakin menjelar. Namun, Aklima mengakui tampak ada lelaki bersorban memanggil dari arah bukit sebelah kanan.
"Nak kemarilah," kata lelaki bersurban seperti yang diutarakan Aklima.