Sejak Ibu Wafat dan Bapak Pergi, Aku Sendirian Menghidupi Dua Bayi Ini

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 11 Januari 2019 | 14:58 WIB
Sejak Ibu Wafat dan Bapak Pergi, Aku Sendirian Menghidupi Dua Bayi Ini
Andini, remaja 14 tahun yang harus menghidupi dua orang adiknya yang masih balita seorang diri. (Dok. Riauonline.co.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Andini, remaja 14 tahun yang harus menghidupi dua orang adiknya yang masih balita seorang diri. (Dok. Riauonline.co.id)
Andini, remaja 14 tahun yang harus menghidupi dua orang adiknya yang masih balita seorang diri. (Dok. Riauonline.co.id)

Secara sabar dan telaten, Andini menjaga kedua bayi tersebut, dua adik kandungnya. Gadis 14 tahun tersebut tak tergoda ajakan teman seusianya bermain-main. Ia lebih memilih menjaga kedua adiknya dengan penuh kasih sayang.

Saat ini, gadis kecil berhijab itu menanggung beban berat, lebih berat dari usianya saat ini. Andini harus menjadi ibu, sekaligus bapak bagi kedua adiknya tercinta.

Status itu ia sandang seusai tujuh hari lalu, ia dan kedua adiknya ditinggal pergi sang ibunya menghadap sang khalik.

Ibunda tercinta, Ijaz tutup usia dalam usia 40 tahun, setelah mencoba melawan sakitnya tubercolosis (TBC) akut.

Sementara bapak anak-anak malang itu, pergi, entah ke mana. Tanpa kabar dan meninggalkan bocah malang itu sendirian mengarungi ganasnya kehidupan dunia.

Mereka tinggal di Dusun Telayap, Desa Pangkalan Tampoi, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Pada rumah papan sederhana tanpa cat itu, ketiga bocah malang tersebut dengan tabah menjalani hidup sehari-hari.

Tanpa bimbingan orangtua, tanpa pengawasan dan kasih sayang, Andini lah yang kini harus menjadi pembimbing dan pemberi kasih sayang untuk adik-adiknya nan malang.

Faktor ekonomi semakin terhimpit, ditambah waktu luang semakin sempit, Andini terpasa melepas seragam sekolah.

Baca Juga: Sosok Artis 19 Tahun yang Dijual Mucikari di Bawah Harga Vanessa Angel

Ketika itu, tepat ia duduk di kelas VII SMP setempat, Andini memilih berhenti dan meluangkan waktu, cinta dan masa mudanya guna mengurusi kedua adik-adiknya yang manis.

Sepekan terakhir, mereka hanya tinggal bertiga. Siang malam, selalu bersama. Rumah seharusnya tempat bernaung dan canda, kini terasa begitu hampa. Sedih, pilu, duka, itulah pertama dirasakan ketika melihat rumah papan itu.

Andini tetap berusaha tersenyum, namun di balik matanya ada duka mendalam. Pancaran wajahnya tak lagi gembira, dan lebih banyak diam daripada bicara.

Pada usianya masih sangat belia, seharusnya bergembira, bersekolah dan melumat pelajaran demi pelajaran bersama teman-temannya.

Namun, Andini harus rela, kuat, tabah dan ceria, demi kedua adiknya tercinta. Hanya kedua adiknya kini menjadi pelipur lara, setelah tidak ada lagi orangtua.

Dedi Azwandi, pegiat sosial setempat tak kuasa menahan lara ketika menceritakan kondisi Andini. Dengan suara terbata-bata, ia menceritakan kesedihan melihat kondisi ketiga bocah lucu harus menghadapi kenyataan pahit dan ujian serba berat tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI