Kejanggalan-kejanggalan di Balik Aksi Damai Berujung Rusuh di Papua

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 16 Oktober 2019 | 13:40 WIB
Kejanggalan-kejanggalan di Balik Aksi Damai Berujung Rusuh di Papua
Asap membubung di Bandara Wamena. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rentetan aksi massa damai anti-rasisme justru berakhir menjadi amuk di sejumlah daerah tanah Papua pada dua bulan September 2019.

Aksi protes itu sendiri dipicu pengepungan serta persekusi rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur, tanggal 16-17  Agustus.

Sebagai respons, ribuan rakyat Papua turun ke jalan menyuarakan protes. Namun, dalam sejumlah kasus, demonstrasi itu berujung rusuh.

Misalnya, demonstrasi dama anti-rasisme yang digelar di Kota Jayapura, 29 Agustus. Hal yang sama juga terjadi di Wamena, ibu kota Kabupaten Jajawijaya, tanggal 23 September.

Direktur Aliansi Demokrasi Papua atau ALDP Latifah Anum Siregar mengatakan, ada sejumlah kejanggalan yang belum terungkap soal aksi damai tersebut bisa berbelok menjadi amuk massa.

Hal itu disampaikan Anum Siregar dalam diskusi bersama para aktivis hak asasi manusia, aktivis mahasiswa, perwakilan gereja, dan tokoh adat dengan petinggi Komisi Nasional HAM RI.

Dalam dikusi itu, terdapat Ketua Komisi Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik serta anggotanya, Beka Ulung Hapsara. Diskusi itu digelar di kantor Komnas HAM Perwakilan Papua di Jayapura, Senin (14/10) petang.

“Kami dampingi [mereka yang ditangkap] ke polisi. Polisi mengungkap hal-hal yang saya pikir jauh lebih tepat kalau Komnas HAM mengungkap itu,” kata Anum Siregar seperti diberitakan Jubi.co.id, Rabu (16/10/2019).

Sejumlah hal yang harus diungkap itu adalah para aktor intelektual di balik sejumlah insiden tersebut.

Baca Juga: Kisah Relawan Wamena, Banyak Orang Sembunyi di Kandang saat Rusuh

Anum Siregar juga membandingkan, mengapa aksi anti-rasisme di Jayapura pada 19 Agustus 2019 berlangsung damai.

Sementara demonstrasi pada 29 Agustus 2019 justru berakhir menjadi amuk massa di Kota Jayapura.

Anum Siregar memiliki sejumlah informasi lain, seperti mengapa karet tiba-tiba habis di toko dan kios-kios di sekitar Waena, Kota Jayapura, sehari sebelum aksi 29 Agustus 2019.

Ia juga mendapatkan informasi sejumlah penjual seragam SMA di Wamena kehabisan stok lantaran diborong, beberapa hari sebelum aksi 23 September 2019.

Anum Siregar juga membandingkan unjukrasa anti-rasisme di Waghete, ibukota Kabupaten Deiyai pada 26 Agustus 2019 diwarnai pengibaran bendara Bintang Kejora, namun berlangsung damai.

Sebaliknya, aksi anti-rasisme di Waghete pada 28 Agustus 2019 tidak disertai pengibaran bendera Bintang Kejora, justru ricuh dan berakhir dengan penembakan yang menewaskan 8 warga sipil.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI