Suara.com - Kepala Staf Angkatan Darat Filipina pada Selasa mengatakan Undang-Undang Darurat Militer kemungkinan perlu diberlakukan kembali karena aksi teror kian menguat, khususnya setelah dua bom meledak dan menewaskan 15 orang.
Dua ledakan di wilayah selatan Filipina itu dicurigai oleh aparat sebagai aksi bom bunuh diri.
Bahkan satu dari dua perempuan pelaku bom bunuh diri disebut sebagai warga negara Indonesia atau WNI.
Ledakan bom Senin (24/8) di wilayah barat daya Filipina, Pulau Jolo, menewaskan enam tentara, polisi, sejumlah warga sipil, dan setidaknya salah satu pelaku. Insiden itu juga menyebabkan 78 warga lainnya luka-luka.
Peristiwa itu jadi aksi teror mematikan terbaru di Filipina setelah dua aksi bom bunuh diri terjadi pada Januari 2019. Aksi bom bunuh diri di gereja itu menyebabkan 20 orang tewas dan 100 orang luka-luka.
Ledakan pertama Senin, yang mulanya diduga bom berasal dari motor, menewaskan enam tentara dan enam warga sipil, kata pihak Angkatan Darat.
Berselang satu jam, seorang tentara dan seorang polisi tewas saat seorang perempuan, pelaku aksi bom bunuh diri, mendekati lokasi ledakan pertama.
“Ledakan pertama kemungkinan juga aksi bom bunuh diri,” kata komandan satuan tugas regional, Brigadir Jenderal William Gonzalez.
“Namun, kami tidak dapat mengidentifikasi pelaku karena jasad di sekitar pusat ledakan hancur,” terang dia.
Baca Juga: Seorang Wanita Indonesia Disebut Jadi Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina
Sejauh ini, belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas ledakan di pusat kota Pulau Jolo, yang juga jadi salah satu markas kelompok teror Abu Sayyaf.