NU Sampai Muhammadiyah Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Selasa, 22 September 2020 | 15:16 WIB
NU Sampai Muhammadiyah Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Ini Alasannya
Demo buruh tolak omnibus law (Kolase foto/Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Keenam, peran pemerintah daerah dalam proses perizinan pembentukan lembaga pendidikan juga di-sentralisasi ke Pemerintah Pusat yang melanggar otonomi daerah sekaligus ancaman bagi kearifan lokal.

"Kondisi ini bertentangan dengan spirit desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD Tahun 1945," tutur Harianto.

Ketujuh, perubahan tata kelola Perguruan Tinggi Swasta yang tidak mewajibkan adanya Badan Penyelenggara, berimplikasi pada pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta langsung pada pimpinan Perguruan Tinggi Swasta.

"Tata kelola Perguruan Tinggi Swasta akan dikelola sama dengan pengelolaan perseroan terbatas," sambungnya.

Terakhir, sejumlah sanksi administratif dan pidana sebagai akibat dari penyalahgunaan perizinan penyelenggaraan pendidikan, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi akan dihapuskan dan dapat merugikan orang lain.

Aliansi Organisasi Pendidikan ini terdiri dari Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, LP Ma'arif NU PBNU, NU Circle, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah.

Kemudian Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS), Majelis Wali Amanat Universitas Djuanda Bogor.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI