“Terkait ketertiban administrasi dan nanti akan disampaikan jika terjadi pemeriksaan oleh BPK akan dikomunikssi dengan BNPB Pusat, ” tandas Zaherman.
BPBD Sulsel, diwakili oleh Nikmal menilai, dana hibah BNPB proses pencairannya terlalu panjang dan baru akhir tahun bisa dicairkan. Misalnya, dalam pembangunan hunian bagi terdampak bencana bagi 14 ribu KK di Luwu Utara.
“Perlu sinergi regulasi cepat antara pemerintah pusat, BNPB, Kementerian PU dan pihak terkait untuk pembangunan dan pencairan dana hibah, sehingga perlu memangkas jalur birokrasi untuk bantuan terkait kebencanaan," katanya.
Sementara itu, Bappeda Sulsel, diwakili Edi menyoroti regulasi Dana Tidak Terduga (DTT) yang belum diatur dan masih bersifat hibah, sehingga Kemendagri perlu mengaturnya.
“Pemanfaatan DTT dengan laporan standar keuangan akutansi pemerintah. Terkait DTT, BPK dinilai saklek dengan regulasi sehingga banyak belanja DTT dianggap terindikasi sebagai temuan, ” tandas Edi.
LSM Pilar Nusantara diwakili oleh Syamsuddin Awing, yang meminta perlu adanya pemetaan potensi bencana di Indonesia dan memasukkan unsur masyarakat dalam DIM.
Sedangkan Forum PRB Sulawesi Selatan diwakili Leo Sambo menyatakan dana alokasi khusus harus ada di daerah provinsi/kab/kota; perlu masalah isu perempuan ; serta isu lingkungan hidup dalam RUU Penanggulangan Bencana.