Islamopobia? Salah Paham soal Laicite atau Sekularisme Prancis

Sabtu, 31 Oktober 2020 | 19:57 WIB
Islamopobia? Salah Paham soal Laicite atau Sekularisme Prancis
Ilustrasi bendera Prancis.[Unsplash/Alice Triquet]

"Jadi agama ada di bawah negara," jelas Dr Ayang.

Pelarangan hijab, nikab dan burka merupakan hasil dari impleteasi Laïcité yang kedua tersebut.

Misalnya, pada Mei 2019, Pemerintah Prancis melarang perempuan berhijab mengantar anak ke sekolah.   

"Yang ketiga ada Laïcité separatis individual yang sangat ketat. Jadi pada laïcité ini, individu yang menentukan percaya atau tidak percaya pada suatu agama," jelas Dr Ayang.

Dr Ayang menjelaskan, perkembangan Laïcité yang ketiga ini kemudian berkembang menjadi tipe keempat, yakni memisahkan antara agama dan negara.

"Negara butuh kelompok antara negara dan warga yang memeluk sebuah agama. Pada Laïcité keempat ini negara tidak memberikan bantuan apa pun untuk kelompok agama," papar Dr Ayang.

Berdasarkan Laïcité keempat itulah kemudian lahirnya bentuk sekularisme atau Laïcité yang menjadi jawaban atas kekurangan sebelumnya, yakni Laïcité kelima: yang terbuka.

"Laïcité yang terbuka adalah lebih mengakui agama dan keberagaman agama dan mengakui komposisi warga negara yang beragama."

Dalam perubahan Laïcité yang kelima ini kemudian dibentuk badan-badan perwakilan agama untuk mediasi antara negara dan pemeluknya.

Baca Juga: Teror Prancis: Sekularisme, Kartun Nabi, Neo Fasis dan Separatisme Islam

Seiring perkembangan zaman, Laïcité terus berkembang dan Presiden Macron ingin menerjemahkan pada rancangan undang-undang yang akan disahkan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI