Hal itulah yang dikaji dalam diskusi berjudul Macron: Islamophobia atau Pertahankan Negeri? yang disiarkan akun YouTube CokroTV, Jumat (30/10/2020).
Menurut Dr Ayang Utriza Yakin PhD, visiting Profesor in Islamic & Arabic studies Ghent University, menyebutkan ada lebih dari 5 konsep mengenai Laïcité yang terus berkembangan mengikuti zaman.
"Makna Laïcité adalah konsep terbuka yang mengikuti zaman, paling tidak ada 7 makna," ujar Dr Ayang dalam diskusi tersebut.
Yang pertama adalah Laïcité anti-agama, "Kelompok ini, apa pun yang bernuansa agama, tidak ada agama yang boleh masuk ruang publik pemerintahan negara."
Kemudian Laïcité yang kedua adalah, paham yang ingin memisahkan Prancis dari keterikatan gereja Katolik Roma.
"Jadi agama ada di bawah negara," jelas Dr Ayang.
Pelarangan hijab, nikab dan burka merupakan hasil dari impleteasi Laïcité yang kedua tersebut.
Misalnya, pada Mei 2019, Pemerintah Prancis melarang perempuan berhijab mengantar anak ke sekolah.
"Yang ketiga ada Laïcité separatis individual yang sangat ketat. Jadi pada laïcité ini, individu yang menentukan percaya atau tidak percaya pada suatu agama," jelas Dr Ayang.
Baca Juga: Teror Prancis: Sekularisme, Kartun Nabi, Neo Fasis dan Separatisme Islam
Dr Ayang menjelaskan, perkembangan Laïcité yang ketiga ini kemudian berkembang menjadi tipe keempat, yakni memisahkan antara agama dan negara.