Suara.com - Sebuah permohonan pelik dan sarat pertimbangan kini mendarat di meja Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Hukum HAM), Yusril Ihza Mahendra.
Keluarga seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Taufiq, yang divonis penjara seumur hidup di Filipina atas kasus terorisme, secara resmi meminta pemerintah untuk memulangkannya ke Tanah Air setelah mendekam selama 25 tahun di balik jeruji besi.
Permohonan ini menempatkan pemerintah dalam posisi dilematis, menimbang antara aspek kemanusiaan dan hak seorang warga negara dengan ancaman keamanan nasional yang tidak bisa dianggap enteng.
“Seorang WNI yang dipidana seumur hidup oleh pemerintah Filipina karena kasus pengeboman beberapa hotel di Cotabato, Filipina Selatan. Itu kejahatannya terorisme. Itu pun sedang kita pelajari juga,” ungkap Yusril di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Taufiq, WNI yang dimaksud, terlibat dalam serangkaian aksi terorisme saat usianya masih sangat muda. Ia ditangkap ketika baru berusia sekitar 20 tahun, dan Mahkamah Agung Filipina menjatuhkan vonis maksimal berupa penjara seumur hidup.
Upaya hukum yang ia tempuh, termasuk mengajukan grasi, telah ditolak oleh pemerintah Filipina. Kini, satu-satunya harapan tersisa adalah melalui jalur diplomasi antar-pemerintah.
Yusril menegaskan bahwa pemerintah belum mengambil keputusan apapun terkait permintaan ini. Prosesnya masih dalam tahap pengkajian mendalam dan jika dilanjutkan, permintaan resmi akan diajukan oleh pemerintah Indonesia, bukan oleh pihak keluarga.
“Taufiq namanya kalau enggak salah, itu keluarganya meminta kepada pemerintah Indonesia untuk dibantu supaya dia dipulangkan ke sini. Tapi nanti kalau itu diajukan kepada pemerintah Filipina, yang mengajukan pemerintah, bukan keluarganya,” jelas Menko Yusril.
Langkah-langkah awal telah diambil untuk mengumpulkan informasi yang komprehensif. Yusril mengaku telah berkomunikasi langsung dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan menerima laporan lengkap mengenai kondisi Taufiq dari Kedutaan Besar RI di Manila.
Baca Juga: Momen Kapal Tentara China Hancurkan Sekutu Sendiri saat Kejar Pasukan Filipina
Permohonan dari keluarga, khususnya dari sang ibu yang berada di Jawa Tengah, juga telah ia terima secara langsung beberapa hari yang lalu.
“Beberapa hari yang lalu saya juga menerima permintaan dari keluarganya, dari ibunya di Jawa Tengah karena orang itu sudah dipenjara sudah 25 tahun di Filipina,” imbuhnya.
Namun, Yusril menggarisbawahi bahwa keputusan pemulangan seorang narapidana terorisme tidak bisa diambil secara gegabah.
Pertimbangan utama jatuh pada aspek keamanan nasional dan program deradikalisasi yang selama ini gencar dijalankan oleh BNPT. Ia menyinggung keberhasilan BNPT dalam meredam sel-sel terorisme di dalam negeri, termasuk bubarnya Jemaah Islamiyah (JI), sebagai sebuah pencapaian yang harus dijaga.
Kepulangan seorang terpidana terorisme dari luar negeri dikhawatirkan dapat menjadi preseden atau bahkan memicu gejolak baru. Hal ini menjadi pertimbangan krusial bagi pemerintah sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
“Hal-hal seperti ini juga menjadi bahan pertimbangan pemerintah apakah memang terhadap narapidana teroris yang ditahan di luar negeri dan masih warga negara Indonesia itu akan dikembalikan atau tidak, itu kami belum mengambil keputusan,” pungkas Yusril. (ANTARA)