Ia memperkirakan permintaan wine Australia di China akan anjlok dengan adanya tarif impor hingga 200 persen.
Penyelidikan 'anti-dumping' yang dilakukan pihak China sebenarnya masih berjalan, namun Kementerian Perdagangan negera itu telah mengumumkan mulai 28 November, importir wine Australia di China diwajibka membayar "uang jaminan anti-dumping".
Uang jaminan yang secara efektif sama dengan tarif impor, akan berkisar antara 107 persen hingga lebih dari 200 persen, tergantung pada produk wine tertentu.
Uang jaminan anti-dumping tersebut akan dibebankan kepada importir China yang memesan minuman anggur dalam botol berukuran 2 liter atau kurang.
Kym Anderson, direktur Wine Economics Research Center, menjelaskan 90 impor wine di China merupakan minuman anggur merah.
Namun secara keseluruhan, minuman anggur merah dan anggur putih hanya menyumbang 4 hingga 5 persen dari konsumsi minuman beralkohol di sana.
Ia mengatakan, konsumsi minuman beralkohol di China masih didominasi minuman arak dari beras dan bir tradisional.
Konsultan industri anggur China Lu Jiang kepada ABC menjelaskan masyarakat lokal tidak selalu suka untuk minum wine.
"Industri wine China memiliki titik awal yang rendah, tidak ada tradisi minum wine, kebanyakan orang mengkonsumsi minuman keras buatan China," katanya.
Baca Juga: Kilas Balik, Kala Menpora RI Tumpahkan Wine di Depan Pacar Diego Maradona
Namun, seiring pertumbuhan kelas menengah di negara itu, industri wine pun telah tumbuh dalam beberapa tahun belakangan ini.
Menurut Lu Jiang, industri wine China mengalami "transformasi paksa" untuk bersaing dengan wine impor dari Eropa dan Australia dengan "keseimbangan yang lebih baik antara harga dan kualitas".
ABC/Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim.
Ikuti berita seputar hubungan China dan Australia hanya di ABC Indonesia.