Di Turki, Banyak Kasus Pembunuhan terhadap Perempuan Ditutup-tutupi

Rabu, 03 Maret 2021 | 21:50 WIB
Di Turki, Banyak Kasus Pembunuhan terhadap Perempuan Ditutup-tutupi
DW

Suara.com - Sedikitnya 300 wanita dibunuh di Turki pada tahun 2020. Demikian data organisasi hak-hak wanita. Jumlah kasus yang tidak tercatat diyakini jauh lebih tinggi karena femisida sering ditutupi sebagai kasus bunuh diri.

Femisida atau pembunuhan terhadap wanita kerap kali terjadi di Turki. Kasus pembunuhan pada Mei 2018 terhadap warga Ankara berusia 23 tahun, Sule Cet, merupakan salah satu kasus yang menggemparkan.

Wanita muda itu diperkosa di kantor oleh dua pria mabuk, salah satunya adalah bosnya. Setelah diperkosa, dia dilempar keluar jendela dari ketinggian.

Pelaku mengatakan kepada polisi bahwa Cet telah bunuh diri, meski petugas menemukan kondisi Cet dalam keadaan patah leher, luka robekan di daerah anus, dan ditemukan kandungan obat penenang dalam darahnya.

Sejumlah bukti yang hampir tidak sesuai dengan kejadian "bunuh diri". Proses persidangan pembunuhan terhadap Cet berlangsung selama enam bulan, dengan diwarnai aksi unjuk rasa sebagai bukti solidaritas dari kaum perempuan.

Kasus tersebut juga ramai diperbincangkan di media sosial. Tekanan dari publik membuahkan hasil, pengadilan di Ankara memvonis pelaku utama dengan hukuman penjara seumur hidup, sedangkan rekannya dipenjara selama 19 tahun.

Saat itu, kelompok hak perempuan berharap kasus Cet akan mendorong perubahan di masyarakat - tidak hanya didukung oleh masyarakat sipil tetapi juga oleh sistem peradilan Turki.

Apakah kasus Sule Cet merupakan pengecualian?

Sayangnya, tidak banyak yang berubah sejak saat itu. Beberapa kasus pembunuhan terhadap perempuan, tetap saja diklaim sebagai kasus bunuh diri sebagai upaya menutupi femisida.

Baca Juga: Hari Ini, PN Jakbar Kembali Gelar Sidang Kasus John Kei

Belum lama ini kematian tragis warga kota Diyarbakir, Ayten Kaya yang berusia 35 tahun menjadi berita utama di Turki.

Kaya ditemukan digantung di rumahnya. Penyelidik menyimpulkan bahwa dia telah bunuh diri dan kantor kejaksaan negara bagian menutup kasus tersebut.

Kerabat Kaya tidak menerima klaim bunuh diri itu. Mereka percaya Kaya dibunuh dan mengatakan kasus tersebut penuh dengan "celah" dan kontradiksi.

Misalnya, otopsi gagal mencatat waktu kematian Kaya dan seluruh tubuhnya dipenuhi luka memar, sebuah bukti yang berbeda jika benar dia melakukan bunuh diri.

Otopsi juga menunjukkan bahwa wanita tersebut memiliki hematoma (gumpalan darah di luar pembuluh darah) berumur tiga hari di tubuhnya.

Suami Kaya, seorang buruh musiman sektor pertanian, berada di rumah itu tepat tiga hari sebelumnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI