Suara.com - Ribuan narapidana di Turki dibebaskan lebih awal karena pandemi. Tapi pemerintah di Ankara lebih memilih bebaskan napi kriminal, sementara jurnalis dan aktivis tetap mendekam di balik jeruji besi.
Pandemi corona berdampak besar di seluruh dunia, termasuk di Turki. Ketidakpuasan terhadap pemerintah dalam mengelola krisis semakin luas.
Salah satunya di dalam penjara, yang dilaporkan kian memburuk kondisinya seiring merebaknya wabah COVID-19.
Untuk mencegah penyebaran COVID-19 di penjara, pada 14 April 2020 pemerintah Turki mengeluarkan undang-undang baru yang memungkinkan pembebasan awal ribuan narapidana.
Menurut Direktorat Jenderal Penjara dan Rumah Tahanan Turki, 78.000 orang telah dibebaskan. Tetapi mereka yang tetap berada di balik jeruji kian menderita.
Banyak narapidana dalam kondisi rentan karena tindakan karantina terkait pandemi membatasi hak para narapidana.
Tekanan psikologis
"Kami melihat narapidana berdesakan di penjara dan menanggung tekanan psikologis yang semakin meningkat," ujar Berivan Korkut dari Asosiasi Sistem Penal Turki (CISST).
"Beberapa bahkan melakukan aksi mogok makan."
Baca Juga: Jurnalis Bondowoso: Copot Pengawal Arogan Menteri Kelautan dan Perikanan!
Penderitaan mereka bahkan lebih buruk karena di saat pandemi, penjara tidak lagi dipantau, ini berarti sipir bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan.
"Kami telah menerima laporan pelanggaran berat HAM dan perbuatan yang menyalahi aturan," ujar Korkut.
Ilhan Ongor dari Asosiasi Hak Asasi Manusia di Turki-IHD mengatakan, selama berbulan-bulan pengacara dilarang mengunjungi klien mereka di penjara.
"Anggota keluarga juga tidak diizinkan untuk menjenguk sanak keluarga mereka", ujar Ongor, yang juga adalah kepala komite sistem hukuman di IHD.
Menurutnya, narapidana jarang diizinkan untuk berolahraga atau mengunjungi perpustakaan.
Jurnalis tetap mendekam di bui