Berhasil Bantu Petani, Startup Indonesia Raih Penghargaan di Hannover Messe

Senin, 19 April 2021 | 11:33 WIB
Berhasil Bantu Petani, Startup Indonesia Raih Penghargaan di Hannover Messe
DW

Dari data tersebut, Bayu mengembangkan algoritma yang dapat membantu menerjemahkan data menjadi informasi yang mudah dipahami oleh petani.

"Hasil algoritma tadi dikaitkan dengan pertumbuhan komoditas yang sedang ditanam oleh petani," ungkap pendiri startup PT. Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB) itu.

Awalnya, informasi tersebut dikirim kepada ketua kelompok petani dengan menggunakan pesan singkat SMS.

Ternyata informasi tersebut sangat bermanfaat untuk menghindari gagal tanam dan gagal panen, sehingga produktivitas pertanian pun meningkat.

"Dari 8 ton padi per hektare menjadi 12 ton per hektare," tutur lulusan Universitas Iwate, Jepang itu.

Tahun 2018 pun Bayu mendirikan startup dan mengembangkan aplikasi untuk gawai pintar. Ada dua sensor yang ia ciptakan.

Pertama adalah sensor cuaca dan tanah. Sebelum memasang sensor ini, Bayu dan timnya mengumpulkan data yang mencakup kebiasaan petani setempat, jenis pupuk yang digunakan, jumlah dosis yang diberikan, serta waktu pemupukan.

Semua data dimasukan dalam variabel, yang nantinya akan menjadi bahan rekomendasi bagi petani.

Dengan sensor tersebut maka dapat diketahui berapa banyak lagi pupuk yang harus ditambahkan, sehingga petani hanya memberikan pupuk sesuai dengan kekurangannya. Bayu mengaku, bahwa mereka memberikan rekomendasi tergantung kearifan lokal daerah tersebut.

Baca Juga: Hadiri Pembukaan Hannover Messe 2021 Secara Virtual, Jokowi Sampaikan Ini

Di beberapa kasus seperti lahan pertanian bawang merah, penggunaan pupuk bahkan dapat direduksi hingga 50 persen.

Saat pupuk langka, teknologi ini bisa sangat menguntungkan para petani. Sensor ini dapat menangkap data dalam radius 100 hektare untuk lahan hamparan.

Namun, untuk lahan bentuk teras atau bukit, maka sensor yang dibutuhkan lebih banyak. Pemasangan sensor pun harus melalui prosedur pemeriksaan jenis tanah, sehingga tidak bisa dipasang secara sembarangan.

Sensor lainnya adalah sensor debit air di saluran irigasi. "Sensor ini menghitung debit di saluran tersier yang masuk lahan itu berapa, kita cocokan dengan fase pertumbuhannya. Misalnya pada padi. Pada fase awal, membutuhkan banyak air, dan saat mendekati musim panen, sebaiknya tidak dialiri air karena akan mempengaruhi kualitas panen," papar Bayu.

Teknologi sensor cuaca dan tanah ini membutuhkan dana sekitar 30 puluh juta rupiah, yang sudah mencakup aplikasi, algoritma, rekomendasi, dan notifikasi.

Dibandingkan dengan sensor lain yang harganya mencapai seratus juta rupiah, namun konsumen biasanya hanya mendapatkan data mentah.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

REKOMENDASI

TERKINI