Kisah Penyedot Tinja: Rezeki dan Malapetaka di Balik Tahi

Siswanto Suara.Com
Senin, 26 April 2021 | 07:00 WIB
Kisah Penyedot Tinja: Rezeki dan Malapetaka di Balik Tahi
Ilustrasi toilet. (Pixabay/ganzarolisara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Setelah duduk cukup lama untuk menceritakan pengalaman, Tamin baru ingat tadi merebus air di atas tungku berbahan kayu bakar untuk persiapan berbuka puasa.

Dia bersyukur, meskipun keuangan sedang kurang sehat, untuk memenuhi kebutuhan air minum tak perlu membeli, tetapi cukup menyedot air tanah di pekarangan rumah. “Air tanah aja bagus di sini mah,” katanya.

Dipandang sebelah mata

Dari cerita Tamin, juga warga yang telah merasakan manfaatnya, dapatlah disimpulkan peran petugas sedot tinja sangat penting bagi kehidupan masyarakat.

Tapi sampai sekarang Tamin masih merasakan pekerjaannya dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Tapi anggapan itu bagi dia bukanlah hal yang mesti dianggap serius.

“Tetapi sesama tukang sedot tinja mah udah biasa. Ya banyak yang meremehin, menyebut ‘yah tukang sedot kotoran,’ kadang-kadang ada yang bilang ‘tukang tahilah, tukang gitulah.’ Bodo amatlah. (diulang lagi dengan penekanan) Buuodo amatlah,” kata Tamin yang kemudian disusul tawa terbahak-bahak.

Seandainya petugas sedot tinja tidak ada, sulit membayangkan apa jadinya kalau septic tank penuh, sementara produksi tahi tak bisa dihentikan.

“Mau buang kemana. Gitu aja dasarnya,” kata Tamin.

Ketika saya minta pendapat mengenai apakah para petugas sedot tinja bisa dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, Tamin berkata:

Baca Juga: Kisah Cinta Dua Orang Tunanetra

“Lha iya. Sebetulnya bisa dibilang satu kebersihan juga, tanpa ada tukang sedot tinja orang bingung. Itu kan untuk kehidupan rumah tangga, nggak bisa ditinggalin. Satu petugas sampah, dua petugas sedot tinja.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI