Suara.com - Kekerasan berkobar di Papua Barat. Jurnalis dan aktivis menjadi target. Internet blackout, warga desa terpaksa mengungsi ke hutan.
Kalimat itu menjadi pembuka dalam artikel terbaru The Guardian, media daring berbasis di Manchester, Inggris, tentang situasi di Papua setelah pemerintah Indonesia mengklaim Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat sebagai teroris, dan menambah jumlah pasukan di daerah tersebut.
Dalam berita yang berjudul "‘We are living in a war zone’: violence flares in West Papua as villagers forced to flee", Guardian menggambarkan suasana yang mencekam sehingga ribuan orang Kabupaten Puncak mengungsi ke hutan belantara.
"Tindakan keras militer di Puncak telah meningkat sejak kematian seorang kepala polisi senior Indonesia dalam baku tembak dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada akhir April," demikian informasi yang terdapat dalam artikel The Guardian yang dikutip Suara.com, Selasa (11/5/2021).
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan aparat keamanan untuk mengejar dan menangkap semua pemberontak. Sebuah seruang yang membuat konflik semakin memanas.
Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan untuk "Menghancurkan mereka dulu. Kami akan membahas masalah hak asasi manusia nanti" yang dibalas dengan seruan tegas dari Benny Wenda.

Rode Wanimbo, koordinator perempuan Gereja Evangelis Papua, dari Wamena mengatakan ribuan orang mengungsi ke Puncak dan lima desa mengungsi ke hutan.
"Klinik kesehatan dan sekolah telah diambil alih oleh militer. Tentara ada di mana-mana. Kami tinggal di zona perang."
“Internet diblokir dua hari sebelum konflik di Puncak berkobar, pemerintah bilang itu masalah kabel, tapi itu juga terjadi saat Pemberontakan Papua Barat 2019,” katanya.
Baca Juga: OPM Sebut Polisi Adalah Teroris Negara: Orang Papua Dipukul Ditendang
Wartawan Papua Barat Victor Mambor jadi korban serangan setelah melaporkan penembakan dua guru Indonesia di Puncak pada April.